welcome to my blog

sekedar celoteh di dalam blog ini tentang semua yang mengenai kehidupan ini..
ya disini dan disini..

Rabu, 30 Mei 2012

REFRESH in beach

haaiiiiiii lama tak bersuaa di dunia blogger jadi kangen deh.. :D (hehehe)
banyak postingan teman-teman yang baru yah,,its good.. (y)
jadi ketinggalan nih.. :)
bukan tak mau mengunjungi ini blog tapi setiap mau posting eh ngadat nih jaringan..
akhir-akhir ini jaringan ambon parah euy so harap dimaklumi..
hari ini postingannya about beach yah beach karena kemarin seharian di pantai berphose with ade sepupu aku yang baru saja lulus SMA.. :) congratulation ya dek.. :*
ini dia foto-fotonya Lets Cekidot.....
 with my adhe irma :*

yah saat berphose @jembatan liang beach..



oh nooo tembem banged pipi aku.. :D


kita lucu yah..hahahaha.. :D


itu aja deh foto-fotonya..
nanti diupload lagi di lain waktu and kesempatan yah.. :)
see u..

Sabtu, 03 Maret 2012

_Bb With XiuXiu_

Sapaan pertamaku...
Say Haiiiiiiiiiyyyyy... :D
dan selanjutnya salam menyapa awalku berjumpa lagi dengan my blogger..
Assalamu alaikum Wr.Wb teman-temon.. :) (dijawab yah,ga jawab ntar di jewer..hehe.. :p)
malam ini hanya sekedar memposting photo-photo aku n beloved plend @merdeka Squere n ACC atau ambon city center (y).. :D
untuk artikel n yang lain nanti di lain waktu aja yah.
so Lets CekiDoT..
1..
......2
3.....

 hasil editan ku nih..hihihi..
pake contras black n white.. :D

   me @ ACC salah satu pusat perbelanjaan baru di ambon..
di resmikan dh 1 minggu yang lalu and well foto aku didepan ACC..

nah kalau yang ini di depan kantor perikanan Poka..
hehehe numpang potret doank.. :p

wajah baru ambooonn maniseeee..keren kan??? :D

berdua with sary.. :)

versii manyuunn.. :D

done..tangga-tangga gubernur office.. :p

asliiii yang photo backgroundx keren abiez.. :)

Green Vs Yellow..
wow thats greaaat.. :D

me ALONE.. :')


okay selesai sudah sesi posting new photo in my blog..
and
see u next time..
XOXOXOXOOXO.. :D

Minggu, 26 Februari 2012

Hai, sahabat :*

Hai, sahabat :)


Apa kabarmu disana? Baik-baik sajakah? Sehat?  Bagaimana hari-harimu disana? Indahkah?
Saya harap kau baik-baik saja, hari-harimu menyenangkan bahkan saat kita sekarang sedang terpisah jarak seperti ini.

Bagaimana langkahmu disana? Ringankah? Saya harap lebih mantap sekarang langkahmu, sobat. Sudah sejauh mana sekarang si kotak harapan yang kau lemparkan setahun kemaren? Sobat, ada banyak hal yang harus kita berbagi bersama nanti saat kita bertemu di tempat biasa yang selalu bisa menyatukan kita semua.

Kamu tahu? Kita itu berwarna. Berbeda dalam banyak hal, masing-masing dengan warnanya, tapi kalau disatukan bagai pelangi. Kita itu selayaknya jam dinding, gak ada gunanya kalau gak ada batereinya, kita itu kayak bulan dan bintang yang selalu melengkapi langit malam.

Kamu tahu, sobat? Saya tahu sekarang banyak ‘mereka’ yang baru hadir di hidupmu, menemanimu dalam melangkah disana, tapi kamu harus tahu satu hal. Satu hal, sobat! Bahwa aku selalu menemanimu di hati. Cukup ingatlah setiap derap langkahmu, ada doa dan senyumku yang menemanimu untuk tetap meneguhkan pijakanmu.

Sobat, masih ingat bagaimana kita menangis bersama? Tertawa bersama? Berbagi segala hal yang bisa kita bagi bersama? Melakukan berbagai hal konyol bersama? Tentang beribu masalah yang hadir memayung diatas kepala kita, tapi kita selalu punya cara menyelesaikan, kembali bertukar senyum. Masih ingatkah? Ya, saya harap kau tidak melupakannya. Sobat, kata orang itu persahabatan tak kenal waktu, tak kenal jarak, tak kenal harta, apapun.. persahabatan itu hanya butuh hati yang setia. Dan kita memilikinya bukan? Sampai kapanpun hati yang akan selalu menyatukan kita.

Melangkahlah dengan cantik disana, sobat. Saya pun akan begitu disini. Lempar jauh impianmu dan kejarlah. Kita akan selalu bersama dalam tali emas persahabatan. Karena persahabatan yang kita miliki tak berujung. Lebarkan sayapmu, kepakkan lebih tinggi, mengangkasalah.. kita akan mengangkasa, sobat. Dan setelah ini, kita akan kembali bertukar cerita, kembali membagi sekardus tawa lagi. 

Love,
phity

Rabu, 22 Februari 2012

^horor story by TiTi N Pune^

ini cerita karya teman sekolahku loh..pinter banged deh dia kalau soal buat cerpen atau apa lah pokoknya yang berbaur bahasa indonesia..hebat salut ma dia (y),tapi sekarang dia malah masuk KEDOKTERAN..hehehe.. :D
salah jalur kali yah (peace titi sayang_:*)
langsung aja yah di cerpennya..


Rumah keluarga ini sebenarnya bukan rumah tua seperti dalam cerita hantu, atau di bangun di atas kuburan. Rumah itu sebenarnya di beli ayah Karin dari suami kenalan istrinya yang menurut karin suami kenalan ibunya itu agak “Aneh”. Kenalan ibu karin itu bernama tante Janet. Dari cerita ibunya, karin mendengar bahwa suami tante Janet berasal dari daerah jawa, tapi pastinya ibunya kurang tahu karena ibunya bukan tipe wanita yang suka mencari tahu urusan orang lain. Karena penasaran karin sering bertanya pada ibunya tentang masa lalu tante Janet, awalnya ibunya marah dan menanyakan alasan karin bertanya seperti itu.
          “Karin ibu tidak suka kamu menayakan masa lalu orang lain, biarlah itu jadi urusan mereka kamu jangan suka mencampurinya!!” ibu kelihatan marah oleh sebab itu karin tak bertanya lebih lanjut. Dua bulan pun berlalu sejak kepindahan keluarga Karin ke rumah itu dan Karin pun hampir lupa dengan masalah teman ibunya yang “Aneh” itu namun ingatan karin tentang tante janet kembali terusik saat karin membersihkan ruangan bekas kamar tante Janet, untuk ia tempati. karin menemukan tulisan dari pensil yang warnanya hampir memudar, karin mencoba membaca tulisan itu, sejenak bulu kuduk karin merinding dan kepalanya serasa membesar, karin merasa sesuatu lewat di belakangnya, karin menoleh dengan cepat ke arah sesuatu itu tapi…. Kosong, dinding merah bata itu hampa tak ada sesuatu di sana hanya lukisan seorang lelaki yang memegang paku dan boneka jerami, “lukisan apa ini? Sebelum Karin melihat tulisan di dinding itu, tak tampak satu lukisan pun,” gumam karin setengah bergidik. Karin memperhatikan lukisan itu sekilas dia melihat paku itu bergerak-gerak dan merobek perut boneka jerami itu dari robekan itu dia bisa melihat cairan merah mengalir dan… bau amisnya dapat tercium olehnya, antara maya dan nyata Karin sadar bahwa itu adalah DARAH!!. Namun kejadian itu cepat berakhir hanya memakan waktu sedetik seperti orang mengedipkan mata, dan dia mulai berpikir bahwa dia hanya berhalusinasi. “Ayolah Karin… Hari gini gak ada hantu ataupun lukisan yang mengeluarkan darah” bentak karin pada dirinya sendiri. karinpun keluar dari ruangan itu, karin menutup pintu dan menengok sebentar ke dalam, tapi lukisan itu…. HILANG!! Dinding merah bata itu kosong tak tampak satu benda pun yang tergantung. Karin membanting pintu dan lari menuju tangga dan BRAK dia menabrak sesuatu, berdiri mematung di hadapannya seorang wanita cantik, Karin memperhatikan gadis itu dari perutnya yang membuncit ada semacam paku besar menancap, sebesar telapak tangan ayah menurutnya saat itu. Dari perutnya keluar begitu banyak Belatung yang menjijikan. Dari lubang di dalam perutnya dapat Karin lihat usus, lambung dan selain itu tak Karin lihat apapun lagi. Tangan wanita itu memegang pundak karin, terasa dingin mengguncang-guncang tubuh karin. karin tersadar dan “TIDAK!!” Pekiknya saat itu.
           “Syukurlah loe udah sadar… gue cemas loe kenapa-napa” kata kembaran Karin, kevin. “Mana gadis itu, mana gadis itu? Kita harus menolongnya dia tertusuk paku!” teriak karin histeris. Adik kembar lelaki karin itu berdiri di hadapannya setengah bingung. “hei… cewek yang mana? Tadi loe itu nabrak gue di depan tangga, trus loe pingsan dech!! Adiknya menjelaskan. “tapi gue melihatnya Kevin… gue melihatnya?” karin membantah. “Mungkin Cuma mimpi rin… coz tadi loe pingsannya lama banget!! Sampai-sampai gue gak ikut latihan band!!” Ujar Kevin. “Tumben loe perhatiin gue vin, pasti ada maunya kan??” Tanya karin curiga. “Bukan geto rin.. gue tuh Cuma takut aja, kita kan kembar kalau loe sakit, gue juga bisa ikut-ikutan sakit” jelas Kevin. Karin berpikir sejenak, “benar juga loe vin,” katanya pada Kevin. “Kar.. gue pergi dulu yach, anak-anak udah pada nunggu tuh, 3 bulan lagi kan di sekolah kita ada pensi, kita kudu latihan buat PENSI nanti, By the way di Band gue, ada vokalis baru lho.. yang gantiin posisinya Si Kiraz, bawel itu… Namanya Andra” Jelas adiknya dan langsung ngeluyur tanpa menunggu komentar karin.
         Sepeninggal Kevin, pintu kamar karin diketuk seseorang “Non Karin… buka non ini si mbok bawain sop panas kesukaan non!!” teriak mbok Karsiyem dari luar. Mbok Karsiyem ini uda puluhan tahun bekerja sebagai pembantu keluarga tante Janet, Mbok iyem begitu karin memanggilnya, tinggal di belakang kompleks perumahan keluarga karin, karena waktu pindahan keluarganya tak punya pembantu, akhirnya Ayahnya memanggil Mbok Iyem kerja di rumah mereka. “Masuk aja Mbok.. gak di kunci kok!!”. Mbok Iyem membuka pintu tiba-tiba wajah mbok Iyem yang keriput itu berubah cantik, mirip seorang gadis belia seumuran karin, dia tersenyum tetapi senyum terasa penuh dendam. “Mbok…??” karin bergumam heran. “Ada apa non??” Tanya mbok Iyem, tapi wajah mbok Iyem kembali keriput seperti semula. “Eh maksudku… mak.. maksudku sopnya ditaruh di atas meja aja.” Kata karin gugup. Mbok Iyem menurut, meletakan sop di atas meja dan pamit ke dapur.
         Karin memakan sop panas itu perlahan-lahan… pada suapan yang pertama terasa enak boanget, diam-diam dia memuji kepiawan mbok Iyem dalam memasak, tapi pada suapan yang ke dua, dia merasa seperti memakan sebuah benda tajam yang menusuk lidahnya, Karin mengeluarkan benda itu dari mulutnya, dia benar-benar kaget saat tahu wujud dari benda yang telah mengganggu selera makannya itu, benda besi yang setengah berkarat ujungnya tajam dan dia sadar bahwa itu adalah…. “PAKU”.
        Perempuan paruh baya itu berdiri mematung di hadapan karin, tangannya yang keriput meremas-remas celamek lusuhnya dengan gemetar, Karin memarahinya habis-habisan, menanyakan alasannya menaruh paku dalam sop miliknya. Mbok Iyem terdiam, air mukanya tampak takut menatap karin, kemudian dari bibir tuanya yang keriput, karin bisa mendengar ia berkata “Nyonya Janet datang… dia datang menuntut balas!!” Karin melihat muka mbok iyem berubah menyeramkan. “Apa mbok? Mbok bilang apa?” tanyanya penasaran pada mbok Iyem. “Ngga non, mbok bilang… Sepertinya tuan dan nyonya udah pulang, embok permisi dulu pengen bukain pintu” Perempuan tua itu permisi dan bergegas keluar dari kamar karin, Karin merasa ia terselamatkan oleh deru mobil Ayah tapi pasti dia akan menjelaskan pada karin apa maksud perkataannya tadi, karena karin yakin mendengar perkataannya.
         Setelah makan malam selesai biasanya semua anggota keluarga ini mencari kesibukannya masing-masing. Seperti malam itu adik bontot karin Alika tengah bermain-main di kamar bersama ayahnya, Kevin asyik menonton TV di ruang keluarga, biasanya karin lebih memilih membaca novel atau komik di kamar tapi berbeda dari malam-malam sebelumnya  Karin memilih menemani ibunya menyulam di ruang tamu daripada harus membaca sendirian di kamar. Sebenarnya karin mempunyai maksud dengan kegiatannya malam itu. Karin mengutarakan maksud itu kepada ibunya tanpa berbasa-basi. “Bu… Apa hubungan tante Janet dengan PAKU??” tanyanya tepat pada sasaran. ibunya setengah terkejut tapi sejenak kemudian ibu tersenyum. “Maksud kamu PAKU apaan?” Tanya ibu menunjukkan raut wajah heran. “Maksud aku apa kematian tante Janet ada hubungannya dengan PAKU??” Tanya karin penasaran. raut wajah ibunya berubah tetapi wajah setengah tua itu kembali tersenyum, hanya saja senyuman ibu terasa hambar bagi karin, seperti senyuman itu menyembunyikan sesuatu darinya. Ibu menarik untaian benang sulamannya perlahan-lahan, sambil berujar kepada Karin “Karin… Karin… kamu ini nak.. nak, masa kematian tante Janet ada hubungannya dengan paku, sudah kamu jangan Tanya-tanya itu lagi, kayak gak ada kerjaan lain aja”. “tapi bu…” kata-kata karin langsung terputus dia mengurungkan niatnya untuk bertanya lebih lanjut karena dia menangkap raut wajah ketidak sukaan ibunya atas pertanyaannya itu. Ibu kembali meneruskan pekerjaannya dan karin memilih kembali ke kamar untuk mengerjakan tugas paper yang diberikan oleh Bu Tiwi, guru Bahasa Indonesianya.
           Karin langsung menghidupkan komputernya namun sayang benda berlayar itu tak mau menyala walaupun tombol monitornya telah dia tekan berulang-ulang, Karin beranjak keluar dari kamar hendak memanggil ayah kalau-kalau komputernya itu terserang virus, saat karin hendak menutup pintu kamarnya, Karin mendapati komputer itu dalam keadaan menyala. “Aneh!” gumamnya. Karin kembali duduk untuk mengetik tugas papernya, karin mengetik hingga jam tua merek Junghun di ruang tamu berdentang Sepuluh kali, itu berarti waktu telah menunjukan pukul 22.00 WIB, dia memutuskan membaca kembali hasil karyanya itu, dibacanya paragraf demi paragraf, hingga paragraf yang terakhir karin menemukan sepenggal kalimat yang aneh “KARIN, KAU AKAN KU JADIKAN MEDIA PEMBALASAN DENDAM ORANG TUAKU, AKU SUDAH LAMA MENUNGGU SAAT-SAAT INI, 17 TAHUN WAKTU YANG SANGAT LAMA UNTUK MENAHAN RASA AMARAHKU” begitu bunyi kalimat itu, dan pada detik pertama karin melihat wajah seorang gadis seumurannya terpampang di monitor komputernya, rambutnya sebahu, kulitnya pucat pasi, hingga beberapa detik wajahnya terpampang, mirip dengan wajah mbok Iyem yang karin lihat tadi siang. Dia menatap karin dengan tatapan kosong, bibirnya yang pucat tersungging sebuah senyum tipis, senyumnya hambar bagi karin, kemudian perlahan-lahan bayangan wajahnya memudar dan hilang begitu saja, karin segera men-save pekerjaannya dan buru-buru tidur, Karin menarik selimut birunya rapat-rapat, dia tak ingin mengingat wajah siapa yang dilihatnya di layar komputernya, beberapa saat kemudian karin terlelap.
            Pagi itu setelah sarapan karin nebeng di motor Kevin, mereka berdua emang satu sekolah tetapi beda kelas, Kevin kelas 3 IPA 1, dan karin kelas 3 IPA 2. mereka emang kembar, dan kata dokter mereka kembar identik, analisa dokter itu emang diperkuat oleh kata-kata teman karin, bahkan sesy, teman sebangkunya pernah berkata, kalau saja Kevin ke sekolah pakai rok, bulu kakinya juga dicukur, dan memakai wik lurus sebahu, mungkin dia dapat menggantikan karin dalam pelajaran kimia yang tak disukainya itu, karena Pak Bejo guru kimia yang bermata rabun itu tak mungkin menyadarinya. Pagi itu karin memulai percakapannya dengan Kevin ketika motor Kevin menyusuri jalan menuju sekolah mereka. “Vin, mungkin gak yach kalo orang bisa terbunuh gara-gara paku?” Tanya karin meminta pendapat Kevin. “jawabannya fivety:fivety rin, tergantung dari paku yang dipakai untuk ngebunuh…” jawab Kevin. “Maksud loe?” Tanya karin bingung. “Maksud gue kalo pakunya Cuma paku biasa mungkin bisa sembuh kalo berobat ke dokter, tapi…” kata-kata Kevin terputus dia seperti mengingat sesuatu. “tapi apa vin?” Tanya karin penasaran. “Tapi kalau paku itu senjata teluh… mungkin bisa jadi senjata pembunuh yang ampuh” jelas Kevin. “Teluh? Maksud loe sejenis ilmu hitam yang seperti santet itu?” Tanya karin makin penasaran. “Ya, iyalah… tapi btw kenapa sich loe nanyain yang begituan? Loe gak punya niat kan pengen nyantet si selina saingan terberat loe untuk mendapatkan si rido itu?” ledek kevin. “Enak aja loe.. loe pikir gue dukun apa?” bales karin sewot. “Ya siapa tau aja kan loe maen dukun-dukunan gara-gara si rido lebih dekat ma si selina dibanding ma elo?” Kevin tersenyum penuh kemenangan karena doi tau pertanyaannya yang satu ini emang membuat karin tak berkutik, bukan hanya Kevin saudara kembar Karin yang tahu bahkan seantero sekolah tahu kalo dia dan selina bersaing buat ngedapetin si rido tapi nyatanya si rido lebih menjatuhkan pilihannya untuk selina, si nenek sihir keriting itu. Sebenarnya karin agak heran juga kenapa juga si Rido lebih memilih seli daripada karin karena secara fisik karin itu lebih oke gitu dibanding si cungkring keriting itu, otak pun gitu, meski gak pintar-pintar amat ranking 3 di kelas masih dia pertahanin, walaupun kadang-kadang dikawal ketat oleh si culun, Udin. sedangkan si seli boro-boro ranking 3 di kelas masuk dua puluh besar juga kagak. “Eh kok dari tadi ngelamun aja? Kalah yach? Emang benar kan loe kalah sama si selina itu?” Tanya Kevin saat membelokkan motornya memasuki gerbang sekolah. Pertanyaan Kevin itu menyadarkan lamunan karin “Eh… Enak aja loe masa gue kalah ma nenek sihir kriting dan cungkring itu? Strowberi mangga apel, sorry gak level!! Uda gue turun di sini aja!!” gerutu karin. “lho kok gitu sich? Loe marah yach ma gue?” Tanya Kevin sambil menghentikan motornya. “Bodo….!!” Jawab karin sinis. karinpun berlalu meninggalkan Kevin, jujur aja pagi itu dia emang agak kesal ama Kevin secara dia itu kembarannya gitu lho… masa ia lebih membela si cungkring keriting itu di banding Karin? “Huh sebel-sebel… SEBEL!!” pekiknya di hadapan seorang cowok, dan “Wow… malaikat, duh dari planet mana sich kok cakep banget?” kagum Karin dalam hati.
           “maaf… apa kita pernah ketemu sebelumnya? Kenapa loe bisa jadi sebel ma gue?” Tanya cowok itu heran. “eh itu maksud gue.. pagi ini gue lagi kesal ma saudara gue, ta… tapi gue gak sengaja berteriak kesal sama loe” ujar karin gugup. Wajar aja ia gugup orang tampang nich cowok cool abiez… karin mulai percaya emang benar kata orang, tuhan selalu punya rencana baik untuk umatnya, liat aja emang sich karin gak berhasil ngedapetin si Rido, tapi lihat tuhan ngirimin 1 malaikat tampannya untuk karin biar jadi kawan hidupnya, eh kok Karin malah nyanyiin lagunya bunga citra lestari sich? “Oh kalau gitu never mind…” ujar cowok itu sambil tersenyum tipis. “so sweet…!!” desah karin dalam hati, senyumnya maniz boanget, bikin gergetan. “Kenalin gue Andra, gue murid baru di sekolah ini” ujar cowok itu sambil mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan karin. Gak sampe sedetik tangan karin uda menjabat tangan cowok itu “Gue Indri…” ujar karin agak gugup. “Indri??” Tanya cowok itu. “Nama loe Indri?” Tanyanya heran dan sepertinya dia kaget mendengar nama itu. “Eh itu maksud gue… maksud gue nama gue Karin” jawab karin gugup, sebenarnya dia sendiri agak heran juga kok bisa sich dia nyebutin nama Indri itu, ah mungkin karena dia gugup aja kenalan sama makhluk tampan ini. “Oh… gue kira loe… ya sudahlah gue ke kelas gue dulu, gue di kelas 3 IPA-1” pamit Andra dengan wajah sedih seperti ia menyembunyikan kesedihannya dan dia masih berusaha tersenyum pada karin. “eh iya.. iya!!” jawab karin. “aneh…” gumam karin. sepeninggal Andra karin memikirkan sesuatu seperti wajah sedih andra yang tersenyum mirip… mirip, wajah cewek yang Karin lihat di komputernya itu, senyumnya hambar dan tatapannya kosong. “tapi… ach mungkin Cuma perasaanku saja” karin menepis pikirannya sendiri.
          Hari itu Karin melewati pelajaran pak Bejo dengan malas, hingga bel istirahat berbunyi karin masih duduk di bangku, dia enggan untuk berdiri bahkan ajakkkan Sesy teman sebangkunya untuk jajan mie pangsit bang somat di kantin pun ditampiknya. ia tak peduli seberapa merdunya perutnya menyanyikan lagu keroncong, entah apa yang membuatnya malas hari itu tapi rasanya karin tak rela meninggalkan singasananya. Perlahan ia mengangkat wajahnya dengan malas, ia menatap satu persatu rumus kimia yang ditulis pak Bejo, mulai dari persamaan reaksi oksidasi, reduksi, dan autoredoks tak satupun yang ia mengerti. Matanya terus berkunang-kunang, perutnya mual dan di depannya berdiri lagi sosok gadis itu, kali ini sosoknya utuh dari ujung kaki ke ujung kepala rambutnya yang panjang tergerai, wajahnya yang pucat pasi begitu dingin, matanya merah, dia menatap karin tajam tanpa senyuman, seperti dia hendak menerkam karin, Karin begitu takut hingga tak mampu berkata, detakkan jam dinding kelas seakan memecahkan telinga, seiring bunyi detak jantung karin yang berdetak tidak karuan, karena Karin sadar sosok gadis yang berdiri di hadapannya bukanlah manusia melainkan setan, Karin memaksakan mulutnya untuk membuka akhirnya ia dapat mengucap dua patah kata dengan sekuat tenaga “si… si… siapa kau?” Tanya karin gugup sekaligus takut. Mulut gadis itu bergerak dia tetap diam, air bening dari matanya tiba-tiba mengalir, gadis itu menangis. Beberapa detik kemudian 5 paku besar terbang menuju tubuh gadis itu, paku yang pertama menancap tepat di kepala sang gadis, karin menjerit “TIDAK!!...” dua paku lainnya masuk ke dalam mulut si gadis dan keluar lagi melalui hidung dan dari telinga gadis itu darah mengucur deras, dari arah belakang karin muncul dua buah paku besar, karinpun tak sempat menghindar, paku itu terbang menembus kepalanya, tapi aneh karin tak merasakan sakit sedikitpun, ia meraba bagian belakang kepalanya tapi aneh tak ada darah sedikitpun, sebelum karin tersadar dengan ketakutannya itu, paku-paku itu sudah menancap di perut gadis itu, mengulek-ulek isi perut dan dadanya, jantung dan usus gadis itu meyembur keluar, karin kaget plus ketakutan setengah mati, karin berusaha berteriak, tapi mulutnya mengatup rapat tak mampu bersuara. Dia hendak lari tapi kakinya enggan berdiri. Dan makhluk di depannya itu dengan keadaannya yang begitu mengerikan, berusaha meraih tangan karin “Tolong.. tolong aku.. tolong aku Karin” desahnya. Ketika tangannya menggapai karin, dinginnya merayapi tubuh karin, hingga Karin tak tak tahu lagi apa yang terjadi setelah itu….?
            Karin terbangun.. Kevin menatapnya khawatir, “Rin, loe kenapa sih?” Tanya Kevin, pandangannya lurus menatap karin. “Gue di mana?” Mata karin memandang sekeliling ruangan, dan karin melihat seseorang berdiri di samping Kevin, dia tersenyum kepadanya, “Wow, si ganteng..!!” serunya dalam hati karena dia tak bisa membuka mulutnya sendiri, ia merasa lemas, semua sendinya seperti lumpuh. “Loe di UKS, tadi loe pingsan di kelas, trus pak Bejo yang ngantarin Elo  ke  sini dan manggilin gue nemanin loe trus gue ajak aja teman gue Andra, soalnya gue dan dia abis ini ada latihan band buat PENSI nanti…!” jelas Kevin. “Antarin gue pulang vin, badan gue sakit semua!” pinta karin pada Kevin, karin mengurungkan niatnya untuk bercerita lanjut tentang apa yang dilihatnya tadi di kelas dan membuatnya pingsan, Karin tak mau Kevin menjadi khawatir ataupun si ganteng ini menganggapnya gila dengan ceritanya yang kedengarannya sangat tidak masuk akal itu. “Oke, eh gue sampe lupa loe berdua belum kenalan kan?” Tanya Kevin hendak megenalkan si ganteng ini pada karin. “Sudah kok!” jawab Karin dan si ganteng serempak, si ganteng itu tersenyum membuat jantung karin berdegup kencang dan pipinya bersemu merah. “Oh gitu yah… tapi kok gue gak tahu? Ah sudahlah itu gak penting, gue sekarang mau ke guru piket dulu mau minta izin nganterin Karin pulang, ndra loe bisa kan ngejagain kembaran gue sampe gue balik? Tanya Kevin pada andra. “of course man..!” sahut andra tak lupa suguhan senyum mautnya. Sepeninggal Kevin, karin terdiam, dia tak tahu harus berbicara apa, dan si ganteng itupun terdiam sepertinya dia memang kalem.
             “eh ngomong-ngomong, Kevin itu perhatian banget ya ma elo, lo beruntung punya kembaran kayak dia” kata andra membuka obrolan mereka. “Eh.. iya.. iya” sahut karin gugup, dalam hati dia merenungi emang benar yang di bilang Andra, Kevin itu emang perhatian banget sama dia, dia bukan saja sebagai saudara kembar karin tapi sudah Karin anggap abangnya yang selalu siap ngejagain dia. “Gue jadi iri ma lo berdua, seandainya saja…” kata-kata andra terputus aura wajahnya seperti menyembunyikan kesedihan yang teramat dalam. “Seandainya apa?” Tanya Karin penasaran. “seandainya gue punya saudara kembar, pasti asyik…” jawabnya seperti menahan sedihnya. “Siapa bilang asyik? Hari ini aja maybe Kevin lagi kesambet malaikat baik jadi dia baik sama gue, lo gak tahu kan kalau usilnya kambuh dia sering ngejahilin gue?” Tanya karin mulai bercanda. “Masa sih?” Tanya Andra setengah tak percaya. “Iya waktu kami berlibur di rumah kakek di Sukabumi, dia penah tuh ceburin gue ke kubangan sapi milik paman, untung aja kubangannya cetek kalau gak bisa aja kan gue mati?” cerita karin mengingat kejadian yang super lucu itu. “Trus…  trus?” Tanya Andra penasaran, dia sepertinya tertarik dengan cerita karin itu. karin tertawa “HmM… trus aku naik ke atas, kebetulan di dekat situ ada kotoran sapi, kulempar aja wajahnya pake itu!” ceritaku. “Kena?” Tanya andra. “kena!!” jawab Karin mantap. “Wuaha.. ha… ha.. ha!!” mereka tertawa bersama.
             Kevin melongok di depan pintu UKS, “Wah… lagi pada asyik nich, ngomongin gue yah?” tebak Kevin. “Ada dech…!!” jawab Andra dan Karin kompak. “Eh gimana di izinin gak?”  Tanya Andra, Karin tahu pasti Andra ngelupain siapa orang yang mereka certain tadi. “Sialan tuh si Bejo..!!” maki Kevin. “Emangnya pak Bejo kenapa Vin?” Tanya Karin. “Masa gue Cuma mau minta izin biar kita bertiga bisa pulang aja harus pake acara ngebantuin dia pindahin lemari guru segala?”. “Mana tuh lemari berat banget lagi…” cerita Kevin. “Lho kok lo minta izin buat kita bertiga sich?” Tanya andra heran. “Mestinya loe berdua aja yang pulang?” lanjutnya lagi. “Oh sorry man, gini lho gue tuh mau minta tolong nemenin si Karin secara bonyok gue itu lagi dinas ke luar kota, gak lucu kan kalo dia tinggal sendiri bareng mbok Iyem?” jelas Kevin. “Lho emangnya loe mau ke mana?” Tanya Andra. “Gue mau nganterin yayang gue dulu ke Bandung, soalnya yayang gue itu takut pergi sendirian, bahkan doi ngancam bakal minta di anterin ma mantannya kalo gue gak mau nganterin dia” jelas Kevin. “yah elo kasih aja dia pengertian kalo sodara lo itu lagi sakit!” saran Andra. “Sorry man… gak bisa soalnya…” kta Kevin dipotong Karin, ia merasa kalau Andra keberatan menemaninya “Ya udalah ndra… gue gak paa ko kalo ditemenenin ma mbok Iyem!” potongnya kecewa. “Bukan gitu maksud gue rin, tapi gue gak enak apa kata tetangga nanti kalo gue ngejagain elo?” Andra menjelaskan dia tak mau Karin berpikir kalau dia tak mau menemaninya, karena sejak awal dia memang ingin berduaan dengan gadis itu. “Alah… udah gak usa pusing ma kata tetangga, lagian gue pulangnya gak lama kok…!!” desak Kevin. Andra akhirnya mengiyakan pemintaan Kevin. “kalo gitu karena sudah tidak ada lagi yang keberatan dengan penjelasan bapak, maka sampai ketemu di jam berikutnya!” kata Kevin menirukan gaya bicara pak Bejo sewaktu mengakhiri pelajaran.

              Andra membopong tubuh Karin menuju ke mobilnya, Jantung Karin berdetak kencang, dan sepertinya Andra mendengarnya, karena Karin merasakan pelukan tangan kekar Andra bertambah kencang. Dalam hatinya Karin bergumam “Wah mimpi apa gue semalam baru ketemu ma cowok ganteng tadi pagi pulangnya diantarin plus dipeluk lagi, kalo yang kayak gini sich lebih sempurna dari parsel lebaran yang dikirim om dari Arab nich..!!”. Saat melewati depan kelas selina, Karin melihtat si cungkring keriting itu berdiri dengan dua antek-antenya, dan plus ada satu cewek lagi yang berdiri tepat di belakang selina, sepertinya Karin belum pernah melihat cewek itu. Karin melihat kekesalan selina dari jauh lebih-lebih ketika si ganteng menaikannya ke atas mobil, Karin tahu dia sudah menyakiti selina, Karin tersenyum penuh kemenangan, dan anehnya senyum itu di balas oleh gadis yang berada di belakang selina itu, senyum gadis iu terlihat sinis dan memendam dendam pada selina.
            Mobil Andra melaju cepat, hingga tak sampai sejam Andra dan Karin sudah sampai di rumah Karin. “gue mau nganterin elo ke kamar elo, sekarang di mana kamar lo?” Tanya Andra ketika mereka tiba di ruang tamu rumah itu. “di lantai dua yang dinding dalamnya berwarna merah bata” jawab Karin seenaknya, dia hanya mencoba membingungkan Andra agar dia bisa berlama-lama dalam pelukkan Andra, Andra membopong tubuh Karin ke kamar yang di bilang Karin, ternyata tepat Andra tidak bingung atau bertanya sedikitpun. Karin terheran-heran “Lho kok lo bisa tahu letak kamar yang dinding dalamnya berwarna merah bata?”. “Ini kamarku” desah Andra getir dan dingin. “Maksud loe?” Tanya Karin makin heran, dia sama sekali tidak mengerti kata-kata Andra. Andra tak menjawab, dia menggendong tubuh Karin dan meletakkannya di atas ranjang. Kemudian mata elangnya tertuju pada tulisan yang hampir memudar pada dinding kamar itu. Tangannya meraba-raba tulisan itu, dia kembali berbicara getir “Tulisan ini masih ada yah?”. “Tentu saja semenjak gue dan keluarga gue tinggal di sini, kami belum pernah merenovasi atau mengecat ulang rumah ini, dan penghuni-penghuni sebelum kamipun tak sempat melakukannya, menurut kabar yang gue dengar mereka sering digangguin makhluk halus, hanya kami yang bisa bertahan bonyok gue juga bingung kenapa bisa begitu?” jawab Karin mantap. “itu karena ada kamu dan Kevin” jawab Andra dingin, kemudian ia sibuk meraba-raba dinding dan setiap sudut kamar itu, seperti ada gurat kerinduan untuk memegang setiap sudut kamar itu secara langsung. Karin memeperhatikan perbuatan Andra terheran-heran, tapi perut Karin terasa lapar. “andra, loe bisa gak nolongin gue ngambilin makanan di dapur?” Tanya Karin. “sebenarnya sich gue gak enak minta tolong sama loe, tapi mbok Iyem biasanya jam segini lagi nganterin makanan buat suaminya, pak suwarno yang lagi sakit, jadi…” perkataan Karin terputus. “Suwarno? dia pantas mati!!”  kata Andra memotong perkataan karin. Karin kembali tidak mengerti dengan apa yang dia dengar dari mulut Andra barusan, tapi sebelum dia bertanya, dering telepon di sudut kamar Karin berdering, deringnya kedengaran seram memecah suasana yang kaku. Karin menjulurkan tangannya meraih gagang telepon yang tidak jauh dari ranjangnya, sementara Andra masih sibuk mengamati seluruh isi kamar itu.
             “Hallo, assalamu alaikum.. mau bicara dengan siapa?” Tanya Karin ketika gagang telepon itu berhasil ia raih. “Ini gue rin…!!” sahut suara di seberang sana, mendengar suara itu, Karin segera tau bahwa si penelpon adalah Kevin, saudara kembarnya. “Rin, loe baik-baik aja kan?” “gimana udah agak mendingan?” Tanya Kevin. “Iya uda agak lumayan dikit, loe jam berapa pulangnya?” Tanya Karin gak sabaran. “Entar gue bilangin papa baru tahu rasa loe!!”   Ancam Karin. “Jangan gitu donkz sayang….!! Justru itu gue mau bilang sama loe, kayaknya malam ini gue nginap di rumah cewek gue, neneknya itu meninggal dan cewek gue itu terpukul banget, jadi gue sebagai pacarnya harus ngehibur dia kan?” jawab Kevin memberi alasan. “emangnya siapa sih cewek lo itu sampe lo segitu getolnya sayang ma dia dan tinggalin saudara kembar loe yang cantik ini?” Tanya Karin penasaran. Terdengar suara tertawa Kevin, “So, slama ini lo belom tahu?” Tanya Kevin yang pura-pura kaget. “gimana gue mau tahu, gue aja baru tahu pas di UKS tadi..” ujar Karin. “I’m sorry my sweet sister, gue malu bilang siapa cewek yang buat gue kepincut setengah mati begini…” canda Kevin. “Jadi siapa cewek itu? Jangan bikin penasaran donks….” Potong karin penasaran. “Dia… dia teman sekelas lo… memey.. kapten basket itu…” ujar Kevin malu-malu. “What gila lo.. kok gue gak tahu sich?” Tanya Karin setengah Kaget, soalnya dia sekelas dengan memey tapi kok bisa yach dia sendiri tak tahu kalau memey itu pacaran sama saudara kembarnya. “Gimana lo bisa tahu kalo lo sendiri gak mau nyari tahu?” ledek Kevin. “Yee… emangnya gue paparazzi yang selalu sibuk nyari berita tentang seleb gak penting kayak lo…?” balas Karin gak mau kalah. “eh btw, dimana Andra, gue mau ngomong nih ma dia?” Tanya kevin. “Nich Dia lagi di kamar gue, baru nganterin gue.. gue panggilin yach?” kata Karin, dia memanggil Andra dan memberikan gagang telepon itu pada andra.
            “bro… gue punya tugas tambahan nich buat loe.. loe bisa gak jagain Karin sampe gue pulang besok pagi?” Tanya Kevin pada Andra. Andra diam tak ada sahutan dari mulutnya, dia malah sibuk memplintir-plintirkan kabel telepon, sementara Karin memandang bingung pada Andra. “Woe!! Ndra… lo kok malah diam sich?” bentak Kevin dari seberang sana. “andra masih aja diam, pikirannya seperti benar-benar dikuasai, Karin tak tahan lagi, dia menghampiri Andra dan mengagetkannya “Woe!! Ndra lo kok dari tadi diam aja sich?” bentak Karin kesal. Andra kaget “Eh iya… iya” jawabya gugup. “Ok kalau gitu thanks berat coy… lo emang best friend gue dech…!” puji Kevin, dia tak tahu apa yang sebenarnya terjadi, dia mengira anggukan andra tadi itu adalah tanda persetujuannya menjaga Karin. Belum sempat andra mengatakan apa-apa Kevin sudah memutuskan hubungan lewat telepon itu.
             Malam itu Andra menemani Karin di rumahnya setelah meminjam telepon pada Karin dan memberi tahu ayahnya, dia duduk bersama Karin di ruang keluarga, mereka telah selesai makan malam yang di masak oleh mbok Iyem, Mbok iyem sudah pulang ke rumahnya jadi di rumah itu tinggal mereka berdua saja. Andra tengah asyik menonton film box office kesayangannya yang tayang tepat pukul Sembilan malam itu, sementara itu Karin sambil menikmati moccanya yang masih panas dia tidak membuang kesempatan untuk berduaan dengan Andra, jadi meskipun dia sebenarnya tidak menyukai film box office, dia tetap enjoy duduk di samping si ganteng itu. Karin berinisiatif untuk memulai obrolan.
            “Tadi siang lo kenapa ndra? Gue perhatiin loe seperti orang bingung?” Tanya Karin penasaran. “Oh itu… gue lagi pusing aja” jawab Andra berbohong, tapi sebenarnya Andra memang tidak tahu harus menjawab apa, dia bahkan tidak ingat apa yang dia lakukan tadi siang, dia hanya tahu kalau dia mengantarkan Karin pulang setelah itu dia tidak ingat apa-apa lagi, dia juga benar-benar kaget, tahu-tahu dia sudah berada di kamar Karin dan memegang gagang telepon. Karin tidak bertanya lebih lanjut dia takut kalau andra masih pusing, maka dia pamit dan meninggalkan andra sendirian di ruang keluarga.
             Sepeninggal Karin, Andra merasa bulu kuduknya merinding, angin bertiup dingin dan lembut di belakang kepalanya, sehingga mengharuskan dia meraba-raba belakang lehernya, kain gorden di belakang tempat duduknya tergerai-gerai, tertiup angin, tiba-tiba lampu di ruangan itu padam, andra merasakan keringat dingin mengucur deras di badannya, baju kaosnya basah kuyup, dia merasakan seperti di tabrak angin puting beliung, dan pikirannya bleng. Beberapa menit kemudian pikiran kosong Andra menuntunnya berjalan ke gudang belakang, derit pintu yang di buka Andra berbunyi seperti ringkikan tawa anak kecil, gudang itu kelihatan berdebu, andra melangkahkan kakinya ke dalam dengan pikiran yang masih kosong,
             Gadis itu melayang rendah di depan Andra, gaun putih lusuh tergerai membalut sekujur tubuhnya yang tertusuk paku, darah kental dan segar menetes-netes meleleh ke lantai dan membanjiri lantai, di ubun-ubunnya tertancap paku besar, sehingga darah meleleh pada rambut acaknya yang menutupi sebelah wajahnya. Andra ketakutan setengah mati, lebih-lebih ketika ia melihat wajah gadis itu yang mirip sekali dengannya, dan entah kenapa tiba-tiba ia membayangkan bagaimana jika keadaannya yang seperti itu?. bibir pucat gadis itu tidak bergerak tapi Andra mendengar gadis itu berbicara padanya,
              “kau mengunjungiku saudara kembarku sayang, akhirnya kamu datang…” ucap gadis itu, wajahnya tak berekspresi sama sekali, dia mengangkat wajahnya, memandang andra dingin. Andra ketakutan, kakinya gemetar, dia mencoba berbicara namun yang keluar di mulutnya hanya “si… si… siapa kau?” Tanya andra gugup, karena lidahnya terasa kelu. “Hebat…!! Kau bahkan tak mengenalku” roh gadis itu meliuk-liuk mengitari andra, dia tersenyum dingin membuat bulu kuduk Andra merinding, “Kau ingin tahu siapa aku? Ikuti aku!!” ajak gadis itu, rohnya menuntun andra keluar dari gudang itu, dan meskipun takut tak tahu kenapa andra dengan setia mengikuti gadis yang ia tahu bukan manusia itu. Gadis itu menuntunnya ke kamar Karin, bekas kamar tante Janet, pintu kayu kamar itu terbuka, gadis itu meliuk masuk ke dalam, ujung gaunnya menyapu wajah Karin, saat ia meliuk melewati kursi tempat Karin tidur, rupanya Karin tertidur saat sedang memebaca majalah, tapi anehnya Karin tak terjaga dari tidurnya, bahkan ketika roh gadis tadi mulai berbicara dengan suara yang menggelegar menurut Andra, Karin tetap asyik dengan mimpinya.
             “sebentar lagi kamu akan tahu siapa aku” kata gadis itu saat ia berdiri di depan meja rias Karin, Andra memandangnya keheranan karena bayangan roh gadis itu tidak terpantul di cermin, saking herannya Andra berdiri terpaku di depan pintu. Tiba-tiba tubuh Andra seperti ditabrak angin dingin dari arah pintu, seorang wanita dan pria muda memasuki kamar itu dan menembus tubuh andra, si wanita rupanya tengah hamil tua, si pria menuntunnya ke tempat tidur, sepertinya mereka pasangan suami istri, tapi andra sendiri tidak tahu siapa mereka. “si.. siapa mereka?” Tanya andra gugup. “Papa dan mama” jawab gadis itu tegas dan getir. “sudah liat saja terus nanti kau akan mengerti” jawab gadis itu matanya yang merah melototi Andra, sehingga menjadikan mulut Andra takut untuk membuka lagi. Mata Andra kembali tertuju pada dua orang yang di sebut papa dan mama oleh gadis itu.
            “janet… menurut prediksi dokter, seminggu lagi kamu akan melahirkan, mas udah nyiapin dua boks bayi untuk anak kembar kita kelak” ujar pria itu sambil mengelus rambut wanita yang ia panggil dengan sebutan Janet itu. Mendengar pria itu menyebut Anak kembar, buluk kuduk Andra berdiri, pikirannya berkata yang dimaksud Anak kembar itu dia… dan… “Ah gak mungkin” tepisnya pada pikirannya sendiri. “Mas iwan aku uda nyiapin nama yang bagus untuk putra-putri kembar kita nanti, yang cowok ku mau ngasih nama ANDRAWAN PRATAMA PUTRA, dan yang cewek namanya INDRI JANETSYA DWI PUTRI, gimana menurut mas?” tanya perempuan yang bernama janet itu sambil memainkan kancing baju suaminya manja. Sementara di depan pintu, Andra si anak kembar yang namanya baru saja di sebut, merasa kakinya lemas, telinganya tak lagi ingin mendengar percakapan pasangan suami-istri itu, dia menutup telinganya rapat-rapat roh gadis itu melihatnya marah “Hei apa yang kamu lakukan? Kamu takut menghadapi kenyataan kalo papa-mama kita itu udah meninggal, dan aku yang keadaannya hancur ini adalah saudara kembarmu, Indri janetsya dwi putri, saudara kemabarku andrawan pratama putra?” Tanya gadis itu ketus sambil meliuk ke arah Andra dan melototinya tajam. Wajah gadis itu hanya berjarak beberapa centi dari wajah Andra. “Perhatikan aku baik-baik Andra betapa miripnya aku sama kamu” bentak gadis itu, andra mengangkat wajahnya perlahan, wajah gadis itu tetap namun potongan rambutnya berubah menjadi seperti potongan rambut Andra, kejadiannya hanya sebentar, dan rambut gadis itu kembali memanjang seperti semula. Andra sadar memang gadis itu sangat mirip dengannya. “Tidak…!!!” Teriak andra histeris, “gue gak punya saudara kembar! Gue anak tunggal dan gue gak pernah punya papa yang namanya iwan, tapi Hendar setiawan, dia bokap gue!!” Teriak Andra. Roh gadis itu meliuk rendah menembus tubuh Andra dan membelakanginya “Aku gak peduli kamu mau percaya apa nggak sama yang barusan kamu liat yang aku peduliin Cuma satu, kamu mesti Bantu aku ngebalas orang-orang yang bikin orang tua kita meninggal!!” tegas Indri, rohnya meliuk ke luar dan membanting keras pintu kamar itu. Dentuman pintu yang keras membuat Karin terbangun, dia benar-benar kaget melihat Andra menatap lurus ke cermin, wajahnya mencerminkan ketakutan yang luar biasa, dia shock keringat dingin menderas di seluruh tubuhnya. “hei ndra, lo ngapain tengah malam begini ke kamar gue?” Tanya Karin. “Gu.. gue… gak tahu tiba-tiba aja gue udah di sini..!” jawab Andra berbohong. “Lo dari tadi siang aneh ndra, apa lo sakit?” Tanya Karin khawatir. “Gu.. gue agak demam rupanya” jawab andra masih shock. “Lo tiduran aja di sini, gue mau ke dapur dulu mau bikinin bubur buat elo…” kata Karin, ia mengantarkan Andra ke tempat tidur, menyandarkan tubuh andra di bantal, dan berlalu dari tempat itu, sebenarnya dalam hati andra ingin menolak dia tak ingin makan, perutnya seakan sudah kenyang dengan semua tonton mengerikan yang baru saja ia lihat, tapi mulutnya tak sanggup membuka, dan dia hanya bisa pasrah melihat karin berlalu dari tempat itu.
           Karin duduk tepat di sebelah andra, dia membawakan semangkuk bubur panas yang di atasnya dia taburi abon sapi dengan segelas air putih. “sorry, di dapur lauknya dah habis, makanya buburnya hanya gue taburi abon” keluh Karin seraya meminta maaf. “Gak papa seharusnya gue yang minta maaf ma lo karena mestinya gue yang ngejagain elo, eh malahan loe yang ngejagain gue…” ujar andra menyesal. Karin tersenyum manis “Lo santai aja kali.. hitung-hitung ini upah buat elo karena lo dah mau nemenin gue di sini!!” Karin nyengir. Andra menghabiskan bubur itu pelahan-lahan di Bantu Karin, sesekali Karin membantunya meminum air putih yang di bawakan Karin, keduanya tersenyum, mata mereka beradu pandang, ada getar-getar indah di sana, Karin bisa merasakannya, dan dia belum pernah merasakan ini sebelumnya walaupun dengan rido, cowok yang di taksir Karin semenjak mereka kelas dua itu, begitu pula dengan andra, cowok itu juga belum pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Mungkinkah mereka berdua jatuh cinta??
           Karin bangun dengan malas, hari itu hari minggu, matanya yang masih belum membuka sempurna itu, silau terkena cahaya mentari pagi yang masuk melalui tiris-tiris jendela, dia menguap pelan, dia menatap Andra yang masih tertidur pulas di atas ranjang Karin, di sampingnya ada semangkuk bubur dan segelas air putih yang telah dihabiskan, Karin bangkit dari sofa tempat dia tidur, di kucek-kucek matanya sebentar dan bergegas mengambil mangkuk dan gelas bekas makanan andra, Karin menuruni tangga kayu jati itu menuju dapur, suasana dalam rumah itu masih gelap, derit tangga menandakan berapa lama kayu jati itu menghubungkan lantai satu dan lantai dua rumah itu. Tetapi sesuatu mengikuti Karin dari belakang derit tangga berbunyi berbalas-balasan, Karin berjalan pelan dan dia berhenti tapi dia tak berani menoleh, dia takut gadis itu membuntutinya, Karin gemetar, napasnya  yang tersengal-sengal, terdengar keras memenuhi seisi ruangan, keringat dingin mengucur, gelas dan mangkuk di tangannya pun ikut bergetar, dia ketakutan. Dan tiba-tiba ia merasa sesuatu seperti tangan memegang bahunya, dingin tangan itu merayapi seluruh tubuhnya, gelas dan mangkuk bergetar hebat, “Non… Karin!!” sapa orang yang bediri di belakang Karin itu, suaranya terdengar menakutkan bagi Karin. Spontan Karin histeris tanpa menoleh ke belakang “Aaaaaaaa….. hah… hah… hah”. Orang itu memegang kedua bahu Karin dan memutar tubuh Karin menghadapnya “ini saya non… iyem” jelas iyem, orang yang Karin kira hantu itu. “mbok iyem… kenapa jam segini mbok sudah datang?” Tanya Karin masih takut. “Saya khawatir sama non, semalam kan non sakit, non udah gak papa kan?” tanya wanita tua itu. “Iya saya udah mendingan, lho mbok masuk lewat mana perasaan semua pintu dah saya kunci deh dari semalam?” Tanya Karin penuh selidik. “lewat belakang non, kan saya punya kunci cadangannya?” jawab wanita itu sambil menunjukkan kunci yang dia ambil dari saku celamek lusuhnya itu. Karin manggut-manggut “ya sudah mbok, mangkuk sama gelas ini tolong di cuci, saya mau bangunin teman saya dulu!” perintah Karin sambil memberikan gelas dan mangkuk itu kepada mbok iyem, “monggo… non!” pamit perempuan itu dan bergegas menuju dapur. Karin kembali ke kamarnya, sekarang dia sudah tak takut lagi, matahari sudah merembes masuk melalui jendela besar yang menghadap tangga, sehingga ruangan itu terang, rupanya mbok iyem sudah membuka gordennya.
           Karin membuka pintu kamar, di dapatinya andra sudah bangun dari tempat tidurnya, “Met pagi ndra.. lo dah bangun?” sapa Karin. “Udah, baru aja kok, btw thanks yah buat semalam” jawab andra tersenyum. “never mind, kamar mandinya di sebelah kiri kamar ini, kalo loe mau nyuci muka, mbok iyem sudah datang, pasti ia udah buatin sarapan buat kita, so gue tunggu lo di ruang makan” jelas Karin sambil tersenyum dan berlalu dari tempat itu. Andra bergegas ke kamar mandi, dia mencuci wajahnya perlahan-lahan, percikan air memenuhi cermin di depannya, tiba-tiba percikan-percikan air berubah menjadi merah, dan membentuk sebuah kalimat “INGAT APA YANG AKU KATAKAN SEMALAM” andra mematung di depan cermin di lihatnya indri menatapnya sambil tersenyum, andra kembali ketakutan, tanpa melap mukanya dengan handuk, ia bergegas lari menuruni tangga dan menuju ruang makan.
            Di ruang makan Andra berusaha menyembunyikan rasa takutnya, dia berusaha bersikap sewajar-wajarnya di depan Karin, apalagi gadis itu sudah menolongnya semalam, lagipula dia tak mau gadis itu khawatir ataupun menganggapnya banci karena takut pada hal-hal yang di luar logika, walaupun begitu dia tetap yakin bahwa roh indri benar-benar ada namun dia tak mau meyakinkan dirinya bahwa dia adalah saudara kembar indri, sungguh tak masuk akal. Mbok iyem meletakkan dua piring nasi goreng udang, bersama dua gelas susu cokelat panas. Tiba-tiba Karin nyeletuk “mbok ini gimana sich dah tau saya itu benci nasi goreng yang makai udang, kok malah di masakin sich?” Tanya Karin ketus. “tapi gue doyan nasi goreng udang, ini makanan faforit gue, gimana kalau nasi gorengnya gue aja yang ngabisin?” tawar Andra. “nih…” Karin memberikan piring nasi gorengnya pada Andra. “Maafin saya non, entah kenapa hari ini saya pengen aja masakin makanan favoritnya, nyonya Janet” sesal iyem. Mendengar nama Janet di sebut, Andra menyemburkan makanannya dia melongo “si… si… apa janet itu?” Tanya Andra penuh rasa ingin tau. “dia nyonya rumah ini 17 tahun yang lalu, tapi dia sudah meninggal entah karena apa dan suaminya yang menjual rumah ini pada ayahku” jelas Karin. Mendengar penjelasan Karin, Andra sedikit lega berarti apa yang ia dengar dari indri bohong belaka karena sebetulnya suami wanita yang bernama Janet itu masih hidup. “tidak!! Non salah, suami nyonya Janet juga sudah meninggal, laki-laki yang menjual rumah nyonya Janet itu bukan suaminya, melainkan rekan bisnis suaminya, sehari sebelum nyonya Janet dan suaminya meninggal, pengadilan memenangkan perkara laki-laki yang bernama hermanto itu dan seluruh aset beserta rumah yang di miliki pak iwan, suami nyonya Janet jatuh ke tangan laki-laki itu” cerita mbok iyem. Karin terkejut selama ini dia tidak pernah tahu sejauh itu, bahkan ibunya tak pernah bercerita padanya sampai sedetail itu, andra juga kaget ternyata apa yang diceritakan indri itu benar, namun semoga saja tak ada cerita kalau janet melahirkan anak kembar. Seberapa terkejutnya Karin dan andra, mereka tak melihat seorang gadis yang sementara berdiri di samping jam besar, wajahnya yang pucat pasi terlihat menyimpan dendam, matanya melotot marah, sehingga tak terlihat lagi warna hitam matanya, tangannya meremas gaun lusuhnya marah, dialah Indri.
           “Lalu apa penyebab suami-istri itu meninggal?” Tanya Karin penasaran, mbok iyem yang tengah asyik memanggang roti untuk Karin menghentikan pekerjaannya dan kembali bercerita “malam itu di rumah sakit, saya menemani pak iwan menunggui nyonya janet yang akan melahirkan, nyonya Janet melahirkan seorang putra yang sehat tepat pada jam 8 malam, namun ada yang aneh…” cerita mbok iyem berhenti. “Apanya yang aneh bi?” Tanya Andra. “setelah itu pada perut nyonya Janet tak ada kontraksi lagi, dan perut itu langsung mengempis…”  lanjut mbok iyem. “Lho apanya yang aneh bi, bukankah setelah orang melahirkan maka pada perutnya tak akan ada kontraksi lagi dan akan langsung mengempis?” Tanya Karin. “sebulan sebelum nyonya janet melahirkan, pak iwan dan nyonya janet sempat mengecek kandungannya ke dokter, dan kata dokter, nyonya janet mengandung anak kembar perempuan dan laki-laki tapi ketika melahirkan yang di lahirkan hanya yang laki… sedangkan yang perempuan hilang gak berbekas, menghilang secara gaib” jelas mbok iyem. Andra terkejut mendengar apa yang diceritakan mbok iyem, tangannya bergetar meremas gelas minumnya, andra benar-benar tak ingin kalau yang di maksud kembar laki-laki nyonya janet adalah dia. “Lalu bagaimana selanjutnya bi?” Tanya Karin sambil memakan roti bikinan mbok iyem. Bibir tua itu bergetar, matanya berkaca-kaca, dia meremas-remas lipatan celameknya “setelah itu saya menuju kantin rumah sakit untuk membeli kopi untuk pak iwan, tapi sekembalinya saya dari sana saya mendengar ribut-ribut katanya ada suami istri yang meninggal di lantai tujuh, tempat yang bangunannya sedang di bangun oleh pihak rumah sakit, perasaan saya gak karuan non, den.. saya langsung naik ke atas dan di atas sana  saya melihat nyonya dan suaminya tetindih kayu balok besar, dan seluruh tubuh mereka tertancap paku entah kecil entah besar menancap seperti ada yang menusukkan paku itu dengan sengaja ke tubuh mereka, oleh polisi kejadian itu di tetapkan sebagai kecelakaan biasa, dan soal paku-paku yang menancap di tubuh mereka sulit di jelaskan oleh logika dan oleh polisi itu sendiri, begitulah yang saya ketahui non, den!” jelas perempuan tua itu. Andra tak bisa membendung rasa ingin tahunya ia ingin tahu kelanjutan nasib dari bayi lelaki tante janet sambil meneguk susunya dia bertanya pada mbok iyem “lalu bagaimana dengan nasib bayi lelaki nyonya janet, mbok?”. Saya kurang tahu den.. tapi saya dengar dari orang-orang katanya bayi itu di rawat oleh seseorang tapi saya kurang tahu pasti tentang siapa lelaki itu den.. mungkin sekarang bayi itu masih hidup dan semoga aja dia gak mengetahui apa yang terjadi pada kedua orang tuanya” jelas mbok iyem mengakhiri ceritanya.
          Andra dan Karin tak bertanya lebih lanjut sepertinya mereka puas dengan cerita mbok iyem, mereka menikmati sarapan mereka pagi itu, dan mbok iyem kembali meneruskan pekerjaannya di dapur, sementara indri gadis yang tewas dalam tragedy yang baru saja di ceritakan mbok iyem, berdiri di pojok dengan tatapan penuh dendam, giginya gemeretak penuh amarah, dia berlalu dari tempat itu dan dengan sengaja menembus tubuh Karin menuju gudang belakang, sehingga membuat Karin merasa agak sediki ketakutan.
      Baru saja mereka berdua menyelesaikan sarapan mereka, bel pintu rumah berbunyi, Karin berlari membukakan pintu, di depan pintu Kevin berdiri, entah kenapa Karin senang melihat saudara kembarnya itu pulang, dia memeluk saudaranya itu erat-erat, Kevin heran melihat tindakan Karin, dia bertanya pada gadis itu “sweetiku… gue kan gak pergi jauh lagian juga gue perginya kan gak lama?” Tanya Kevin tersenyum dalam pelukan Karin. “gue takut sendirian di rumah…” jawab gadis itu manja. “tapi kan lo gak sendirian, ada andra yang nemenin elo? Dan gue yakin loe senang juga kan ditemanin Andra?” Tanya Kevin menggoda saudara kembarnya itu. karin tersenyum, di lepasnya pelukannya dari saudara kembarnya itu. Kevin masuk di ikuti Karin dari belakang, “Hai bro, lo baru nyampe?” Tanya Andra saat Kevin lewat di belakangnya. Kevin meletakkan tas ranselnya, dia duduk di sebelah Andara. “thanks ya bro dah mau nemenin saudara gue” ucap Andra sambil menempuk bahu sahabatnya itu, Karin berdiri di belakang mereka. “never mind bro.. lagian kayaknya gue yang ngerepotin Karin deh…” sahut andra sambil mengedipkan matanya pada Karin dan tersenyum, Karin membalas senyuman Andra. “eh.. tapi lo nggak macam-macamin saudara gue kan?” Tanya kevin penuh selidik. “santai aja vin, saudara lo aman kok ma gue” ujar andra.     “benar yah Karin?” Kevin kembali bertanya pada Karin, yang di tanyai hanya tersenyum penuh arti, sepertinya mereka berdua sepakat untuk tidak menceritakan apapun yang telah terjadi selama Kevin pergi. “Syukur deh kalo kayak geto, rin gue haus nih buatin gue es jeruk donkz!” perintah Kevin pada Karin, sesaat kemudian dia kembali dan membawakan segelas es jeruk pada Kevin. Kevin meneguk es jeruk yang di bawakan Karin. “Vin, mumpung lo udah datang gue mau pulang dulu, takut nyokap gue khawatir” pamit Andra pada Kevin. “Ok, tapi loe mesti ingat pensi tinggal  beberapa minggu lagi, loe harus jaga kualitas vocal lo, hati-hati di jalan bro, tas lo biar Karin aja yang ngambil” kata Kevin pada andra. Karin mengambil tas Andra di kamar Kevin lalu dia dan Kevin mengantar Andra ke gerbang depan hingga mobil Andra berlalu dari depan gerbang, Karin masih menatap mobil Andra tersenyum-senyum sendiri. Kevin menyadari hal itu dia menggoda Karin “woe non.. pangeran lo dah jauh tuh, lo suka kan ma dia jujur aja lo!!” goda Kevin. “Enak aja loe” Karin nyengir dia meninggalkan Kevin sambil tersenyum, Kevin membuntuti saudaranya dari belakang.
      Jam 10 malam itu, Karin melewati gudang di samping dapur, dia bermaksud mengambil sandal tidurnya yang di taruh mbok iyem, di rak sepatu di samping gudang itu, entah mengapa perhatiannya terusik, dia membuka gagang pintu gudang itu dan melongok ke dalam gudang, Karin meraba-raba saklar di samping pintu, Karin mengontaknya, dan lampu neon menyala namun tak menerangi seluruh isi gudang, dan betapa kagetnya Karin seseorang berdiri di sana memegang sebuah palu besar hendak menghantam dinding gudang.
      “pak warno, apa yang bapak lakukan di gudang ini jam segini?” Tanya Karin penuh selidik pada laki-laki keriput yang dikenalnya sebagai suami pembantunya itu, mbok iyem. “A.. a.. anu non, saya bermaksud mengambil sepatu bot saya yang ketinggalan di sini” ujar laki-laki itu gugup. “tapi saya dengar dari mbok iyem, bapak sakit?” Tanya Karin masih tak percaya. “anu.. non saya dah agak mendingan non, makanya saya bermaksud mencari sepatu saya, sepatu itu berarti untuk saya non” ujarnya. “Lalu apa yang bapak lakukan dengan palu itu?” Tanya Karin. “Saya hanya bermaksud memindahkan palu ini agar saya bisa mengambil sepatu saya non, nih sepatunya!!” jawab warno sambil menunjukan sepasang sepatu bot pada Karin dan tersenyum penuh kemenangan. “ada apa ini rin, kok kamu di sini sich?” Tanya Kevin, dia berdiri di belakang Karin, matanya mengarahkan pandangannya ke dalam gudang dan menatap seseorang yang menjadi sumber keributan malam itu.
        “pak warno? Apa yang bapak lakukan di gudang malam-malam begini?” Tanya Kevin hendak marah, sorot matanya menatap suami mbok iyem penuh rasa ingin tahu. “maaf den kalau saya lancang, saya hanya ingin mencari sepatu bot saya, nih uda ketemu” ujar lelaki itu, dia tak segugup ketika di tanyai Karin tadi karena dia telah menemukan alibinya. “tapi pak laen kali kalau mau masuk ke rumah orang itu, izin dulu pak jangan main nyelonong aja kayak maling!” bentak Kevin, pada lelaki itu, dan lelaki itu hanya tertunduk. “maafkan saya den.. saya gak akan ngulangin lagi” ujar warno. “ya sudah bapak pulang aja sekarang tapi ingat pesan saya kalau mau masuk itu izin dulu!” pesan Kevin. “ba… baik den..!!” ujar warno dia meletakkan palunya, tak lupa di bawanya sepatu bot yang di cari-carinya, dan permisi saat melewati Karin dan Kevin. Karin melongo, di amatinya sepatu yang di tenteng oleh warno tak ada yang istimewa dari sepatu itu, sehingga membuat lelaki itu segitu getolnya mencari sepatu itu, Karin mengamati sepatu itu, dan dia menemukan sesuatu di sana, bercak-bercak hitam menempel pada sepatu itu, dan sebagai siswi kelas IPA yang ingin jadi dokter, Karin menyadari bercak-bercak itu dengan pasti, yang tak lain adalah DARAH yang sudah kering!!. Karin mencoba menampik mudah-mudahan saja apa yang menjadi dugaannya itu salah.

        Karin membalik-balik buku pelajaran biologinya di bangku taman sekolah, halaman itu hampir saja sobek saat Karin membaliknya dengan kasar, dia melihat si cungkring selina berusaha ngerayu Andra yang duduk di bangku tepat di depan Karin duduk.
      “hai ndra.. ntar malam andra punya acara gak, mau nemenin seli nonton, ada film baru lo, pokoknya romantis deh…” Tanya selina manja. “Dasar cungkring manja!!” cela Karin dalam hatinya, rasanya pengen dia tarik rambut keritingnya si selina tapi di urungkan niatnya itu, apa kata Andra nantinya?. “maaf seli gue harus nemenin nyokap, bokap gue lembur di rumah sakit malam ini ada pasien yang kritis” jawab Andra tanpa memandang gadis itu. “Mampus lo!!” umpat Karin, entah kenapa doi senang Andra menolak pemintaan si cungkring keriting itu. Seli cemberut tapi wajahnya berusaha dimanis-maniskan “oh ya udah gak papa.. tapi laen kali andra mau kan nemenin seli nonton?” Tanya seli memasang wajah memelas pada andra. “gila nih cewek uda di tolak masih aja getol aja usahanya, nempel kayak ulat bulu” batin Karin. “Liat aja nanti yah” ujar Andra dingin, dia memandang Karin yang duduk di depannya dan tersenyum, Karin membalas senyum andra namun karena kaget, senyumnya seperti dipaksakan, andra menunduk, dan tampaknya selina melihat hal itu, gadis itu menatap Andra dan Karin bergantian, dia cemberut, tapi ia kembali menatap andra, wajahnya pura-pura di maniskan lagi, dia mengelus-ngelus bahu Andra mencoba membuat Karin cemburu, namun di luar dugaan seli, “Woe, loe apa-apaan sich, gak punya harga diri banget sich loe?” bentak andra pada seli dan menghempaskan tangan gadis itu dari pundaknya. Andra meninggalkan seli, cewek itu marah sekaligus malu, karena kejadian itu di lihat banyak orang termasuk Karin. Karin berdiri dari tempat duduknya dia melewati seli, berhenti dan tersenyum penuh kemenangan “Emang enak, miss gatel?” ejek Karin dan meninggalkan gadis itu. Semua orang menertawakan seli, gadis itu kesal, dia membatin “Liat aja bukan seli namanya kalau gak bisa naklukin cowok apalagi Cuma Andra” ucapnya sambil meninggalkan tempat itu dengan kesal dan kembali semua orang menertawakannya.
        Seli membanting pintu kamarnya cemberut, ayahnya mengikutinya tak mengerti pada gadis itu “kamu kenapa sayang?” Tanya orang tua itu sambil mengelus rambut anaknya yang keriting. “Pokoknya seli gak mau tau papa harus bantuin seli jadian ma Andra, papa harus bantuin seli bikin Andra bertekuk lutut sama seli” ujar gadis itu. “oh jadi itu masalahnya, papa kirain apaan?” ujar orang tua itu sambil tersenyum licik. “benaran papa bisa?” Tanya seli girang matanya berbinar-binar menatap ayahnya, ayahnya mengangguk. Dan gadis itu senang.
           Sementara itu Karin sedang asyik menonton tv acara malam itu sepertinya menarik perhatian Karin, dan Kevin sibuk dengan telepon di pojok televisi, sepertinya dia menelepon pacarnya, memey. Karin menikmati popcornnya, tanpa menyadari kalau Kevin duduk di sampingnya “Hei kata Andra lo marah yah ma dia?” Tanya Karin, Karin tak memandang Kevin dia menjawab pertanyaan Kevin tanpa mengalihkan pandangan dari acara TV yang menarik perhatiannya itu “Dia bilang geto?” Karin balik bertanya dengan popcorn penuh di mulutnya. “Iya katanya tadi di sekolah dia senyum ma loe tapi lo ngebalas senyumannya seperti di paksakan geto, emang lo bedua ada masalah apa? Jangan-jangan lo cemburu yah sama seli karena tadi dia nyoba deketin Andra?” goda Kevin. “Lempar batu kena alis pak de… aduh plizzz deh… lo gak tau kan tadi dia maki-maki selina di depan semua orang?” balas Karin. “Emang geto? Certain donks…!!” pinta Kevin. “bodo!! Cari tau aja sendiri!!” cibir Karin, dia berdiri melempar bantal duduknya pada saudaranya, dan meninggalkan saudaranya yang masih melongo, rupanya acara yang di tontonnya baru saja selesai.
        Karin duduk di depan meja riasnya menyisir rambutnya yang panjang sebahu itu, sebelum dia tidur. Gadis itu kembali berdiri dan Karin dapat melihat bayangannya dari cermin. Karin terkejut tapi tak sanggup berteriak dia berbalik menatap gadis itu “si… si… siapa kau kenapa kamu menggangguku terus apa salahku?” Tanya Karin sebentar rasa takutnya menghilang, namun ketika gadis itu tertawa, tawanya yang menyeramkan kembali membuat Karin takut.
       “Anggap saja sekarang kita berteman, namaku Indri, kamu harus menolongku, aku tahu kamu menyukai Andra, namun sekarang Andra lagi dalam masalah dan kamu harus Bantu aku menolongnya” ujarnya sambil menyeka darah yang mengalir deras dari ubun-ubunnya yang tertancap paku, Karin ingin muntah saat melihat kejadian itu. “Tidak!! Gue gak mau nolongin iblis seperti lo!! gue mohon jangan ganggu gue lagi, pergi lo!!” teriak Karin dan melempar roh indri dengan botol minyak wangi tapi botol itu menembus tubuh indri begitu saja. Indri menghilang. Karin tersengal-sengal keringatnya mengucur deras, dia meraih Hpnya di atas meja telepon, dia menelepon Andra, namun beberapa kali Karin menelepon dia hanya mendengar nada panggil tanpa ada jawaban dari Andra, tangan Karin meremas telepon genggamnya erat-erat, dia gemetar, dia takut sesuatu telah terjadi pada Andra, dan semua ini salahnya? Karena dia tak bersedia membantu Indri untuk menolong Andra, Karin menarik selimut birunya perlahan, berusaha terlelap dalam mimpinya dan semoga Andra baik-baik saja.
                                         
        Karin cemas sekolah sudah ramai namun tak dilihatnya andra, Karin sengaja menunggu di depan pintu gerbang dan dia melihat Andra memarkir mobilnya di sebelah gerbang sekolah, dia membuka pintu mobilnya dan betapa terkejutnya Karin, dia melihat seli turun dari mobil Andra dan tentu saja Andra memeluk gadis itu erat-erat. Cukup sudah Karin benar-benar sudah tak tahan, darahnya benar telah sampai ke ubun-ubunnya, dalam hati dia mengumpat “dasar cowok gak punya harga diri, kemarin baru aja di ludahin, eh malah di jilat lagi!” umpat Karin, dia segera meninggalkan tempat itu.
       Jam istirahat membuat Karin gak nafsu makan tapi entah apa yang menjadi pertimbangannya dia menuruti ajakan sesi makan pangsit bang somat di kantin. “rin lo, kenapa kayaknya dari tadi pagi gue lihat muka lo ditekuk terus?” Tanya sesi sambil mengaduk-ngaduk es jeruknya dengan sedotan. Karin hanya terdiam, pikiran dan tatapan matanya justru mengarah ke tempat lain, ke sudut kantin, seli merayu Andra dan menyuapi cowok itu, dia mendelik licik pada Karin, kemudian bergelayut manja di bahu Andra, Karin kesal melihat hal itu “Dasar ulat bulu!” desis Karin, sambil mengepakan telapak tangannya. “ses, gue ke WC dulu perut gue sakit nich” kata Karin berbohong pada sahabatnya itu.
        Karin menatap cermin di dinding kamar mandi dengan kesal. Indri menghampirinya, matanya masih menyorot tajam pada Karin “apa ku bilang kamu akan kehilangan Andra, makanya Bantu aku Karin, Bantu aku…!” pintanya dan lagi-lagi dia menyeka darah yang mengalir dari ubun-ubunnya. Karin terdiam matanya melotot marah pada cermin di hadapannya. “baiklah apa yang harus ku lakukan?” Tanya Karin sambil mengepalkan jari-jari tangannya,  “sabar Karin sabar..” jawabnya licik. “aku hanya butuh ragamu.. dan untuk sementara aku ingin jadi kau” lanjut roh Indri lagi. “tapi bagaimana mungkin?” Tanya Karin dia kembali takut, sungguh di luar logika dia akan meminjamkan raganya hanya pada seorang iblis di belakangnya. Tapi dia gak mau kehilangan Andra maka dia tak kuasa menolak permintaan roh indri. “gampang.. Karin gampang sebentar malam aku akan menemuimu lagi ada yang ingin aku tunjukkan” jawab roh indri. Belum sempat Karin bertanya lagi, roh itu meliuk dan meninggalkan Karin, hilang seperti asap.
         Karin berdiri di depan cermin, dia memandang dirinya sendiri di cermin, “bodoh, lo, rin, ngapain lo nyanggupin permintaan iblis itu?” makinya pada dirinya sendiri. Tapi kalau dia gak mau gimana dengan Andra dia akan kehilangan cowok itu? Oh tidak… tentunya dia gak mau hal itu sampai terjadi.
         Indri memenuhi janjinya pada Karin ketika Karin tengah membaca novel di kamarnya, “Aku datang Karin” indri memberi tahu kedatangannya pada Karin, sambil meliuk berdiri tegak di hadapan Karin yang menyandarkan tubuhnya ke tempat tidur, meskipun karin telah sering bertemu roh gadis itu, namun kali ini Karin benar-benar merasa takut, karena dia takut setan yang berada di depannya punya rencana jahat terhadapnya.
        “berdirilah dari tempat tidur sesaat lagi kamu akan mengetahui siapa diriku sebenarnya” perintah indri namun kali ini dia tak lagi menyeka dahinya yang basah oleh darah, namun dibiarkan begitu saja menetes ke lantai, sehingga membuat Karin ngeri, namun Karin seperti terhipnotis dia mematuhi apa yang diperintahkan roh indri.
         Dan beberapa saat setelah itu, seperti yang di alami Andra, Karin  melihat sepasang suami-istri masuk ke kamar yang tak lain adalah janet dan suaminya Iwan. Karin tercengang melihat kejadian itu, dia memberanikan diri untuk bertanya “si… siapa mereka?” Tanya Karin gugup. “orang tuaku dan Andra, sudah dengarkan saja” perintah Indri, dan Karin kembali seperti terhipnotis dia hanya menurut. Karin kembali terkejut ketika samar-samar dia mendengar bahwa Andra cowok yang di taksirnya itu adalah saudara kembar dari gadis dengan keadaan yang begitu mengerikan itu?
        “bagaimana kamu sudah mengerti kan? Sekarang genggam tanganku dan ikut aku?” ajak Indri pada Karin. Karin mematuhinya seperti anak kecil, dia menggenggam tangan Indri yang keluar dari gaun putihnya yang panjang, dan meskipun darah Indri menetes ke tangan hingga menembus sampai ke lantai sepertinya Karin tak bereaksi lagi sama sekali.
        Beberapa saat kemudian mereka berdua seperti tersedot aliran waktu, hingga dia dan gadis itu tiba di suatu tempat yang tidak di kenalnya “kita di mana?” Tanya Karin heran. “di rumah sakit!” jawab indri pendek. “ngapain kita di sini?” Tanya Karin lagi. “Sebentar lagi Andra akan lahir” jawab indri lagi. Karin tak bertanya lagi meskipun dia masih agak bingung dengan apa yang di lihatnya, benar saja sesaat kemudian dari  ruang persalinan itu terdengar suara tangis bayi. Dan Karin sempat mendengar “selamat putra anda sehat pak iwan, putri anda mungkin akan lahir sesaat lagi” ucap dokter yang pembicaraannya didengar oleh Karin itu. Namun di tunggu pun bayi perempuan itu tak kunjung lahir dan bahkan dari perut janet tak lagi terjadi kontraksi. Sehingga dokter mengatakan mungkin prediksi kehamilan nyonya janet sebulan sebelum melahirkan itu salah. “Apa yang terjadi dengan bayi perempuan itu?” Tanya Karin pada indri, meskipun sebenarnya dia sudah tahu jawabannya, bayi itu sekarang berada di depannya, cewek yang ubun-ubunnya tertusuk paku itu adalah indri, si gadis kembaran Andra. “Dia mati terkena santet, dan dia adalah aku” ucap indri dan setetes air bening mengalir dari sudut matanya. Ruangan itu kembali sepi di tinggalkan para perawat dan dokter yang menangani persalinan nyonya Janet dan di saat itulah semua malapetaka itu terjadi.
          Paku-paku itu berdatangan dari segela penjuru dan menembus dinding, kemudian menancap ke tubuh janet dan suaminya, sehingga mereka tewas pada saat itu juga, darah menyembur deras dari tubuh mereka yang terluka dan bercampur dengan darah yang dikeluarkan oleh janet ketika melahirkan Andra. Karin tak sanggup berkata-kata melihat kejadian itu, dan dipandangnya Indri, yang melihat kejadian itu dengan penuh amarah, dia mengepalkan kedua tangannya, sorot matanya penuh dendam.
       Beberapa detik setelah kejadian itu, dua orang lelaki tampak memasuki ruangan itu, Karin memperhatikan mereka berdua “pak warno?” desis Karin kaget, dia melihat suwarno suami mbok iyem, mengangkat mayat nyonya janet dan menaikannya di atas tandu beroda milik rumah sakit dan pak warno memakai sepatu bot yang di carinya di gudang waktu itu, sekarang Karin mengerti kenapa sepatu bot itu ada bercak darahnya, dan mayat Iwan di angkut lagi oleh seorang lelaki yang sama sekali tak di kenal oleh Karin. “Apa yang mereka lakukan?” Tanya Karin ingin tahu pada indri. “merekalah pembunuh kedua orang tuaku, mereka akan menaikan mayat orang tuaku ke lantai tujuh yang sedang di bangun agar terlihat seperti kecelakaan” jawab indri dan kembali tetes bening itu mengalir dari sudut-sudut matanya.
      Karin ingin bertanya lagi namun aliran waktu itu kembali menyedot mereka dan kini mereka tiba ke suatu tempat yang kali ini di kenal oleh Karin, halaman rumahnya.
      Suwarno berlari-lari memasuki gerbang menenteng bungkusan plastik besar, saat dia tiba di depan pintu rumah, dia menengok kanan dan kiri, takut kalau ada yang melihat perbuatannya malam itu. Dia menuju gudang di samping dapur, menaruh bungkusan plastik itu ke lantai. Dia menghantam tembok gudang hingga retak dengan palu, lalu lelaki itu menyingkirkan retakan-retakan dinding yang baru saja di hantamnya dengan palu hingga membentuk seperti  lubang besar di dinding.
          Karin sempat melihat lelaki itu membuka bungkusan plastic di lantai dengan tangan yang gemetar, matanya kembali memandang sekeliling gudang, takut aksinya ketahuan, dia mengangkat benda di dalam plastic, seonggok daging, atau lebih tepatnya sesosok bayi dengan tali pusar yang masih menempel di tubuh bayi itu, Karin tak berkedip matanya terus menyaksikan adegan-adegan dengan perasaan ngeri. Suwarno meletakkan bayi merah yang penuh darah itu pada lubang dinding yang baru saja di buatnya, dengan hati-hati dia menutup kembali lubang dinding itu dengan campuran semen yang terdapat pada gudang. Lelaki itu tampak puas melihat hasil pekerjaannya, dia tersenyum, dan menyeka keringat yang mengucur deras dari dahinya, dengan tangan berlumuran darah. Sementara Indri dengan penuh dendam menatap Suwarno, yang pergi meninggalkan sepatu bot berlumuran darah di gudang. Karin tahu mengapa indri begitu marah, karena bayi yang baru saja dikubur Suwarno itu adalah Indri kecil.
        Sesuatu kembali menghisap mereka berdua ke sebuah kamar remang-remang, yang hanya berpenerangan beberapa buah lilin. Di depannya seorang lelaki, teman suwarno itu mencabut puluhan paku dari tubuh boneka jerami yang di kepalanya tertera nama Janet dan Iwan, setiap paku yang dicabutnya mengeluarkan darah segar, dan bekas luka yang menganga, lelaki itu menarik cerutunya dalam-dalam, dengan jari-jarinya yang berlumuran darah, sambil bersenandung tembang jawa kuno, dengan senyum di bawah kumis tebalnya. Sungguh mengerikan, pikir Karin pada saat itu. Indri meraih tangan Karin dengan tangannya yang penuh darah yang keluar dari dahinya, dan kembali mereka seperti tersedot sesuatu menuju kamar Karin.
         “Karin, woe bangun gak baek anak perawan tidur ampe matahari panas kayah gini, entar jadi perawan tua baru tahu rasa lo!!” teriak Kevin sambil membuka jendela kamar Karin lebar-lebar. Karin menggeliat duduk di atas kasurnya “Jadi itu Cuma mimpi?” Tanya Karin sambil mengucek matanya yang belum mau membuka. “apaan sich yang Cuma mimpi? Molor aja sich kerjaan elo!” ledek Kevin. “Syirik aja loe!” jawab Karin, tak elak saja gulingan Karin melayang menimpuk kepala Andra. “Waduh.. tega lo!” desis Kevin. “biarin!!” jawab Karin lalu nyelonong ke kamar mandi.
          Karin menghabiskan sisa waktu jam pelajaran terakhir dengan membaca komik di kelas, kebetulan pada saat itu guru mata pelajaran terakhir berhalangan hadir. Entah apa yang terjadi, tiba-tiba pikirannya kembali menerawang ke mimpinya semalam, dia yakin sekali dengan mimipinya yang terlihat begitu nyata, ini pasti ulah Indri, gadis itu sepertinya mencoba memberi tahu apa yang terjadi sebelum orang tuanya meninggal. Karin memandang ke luar kelas, Andra menggandeng seli, melewati koridor kelas Karin, “Andra seandainya aja lo tahu kalo indri itu emang saudara kembar lo” desis Karin.
         “hei ngelamun aja loe, ke lantai atas yuk!” ajak sesi yang datang mengagetkan Karin dari lamunanya. “emang ada apa di atas? Ngeliatin pekerja lagi nyampurin semen?” Tanya Karin asal. Emang lantai atas yang di maksud sesi adalah laboratorium biologi dan lab computer yang sedang di bangun oleh pihak sekolah. “makanya kerja lo jangan ngelamun terus, ketinggalan info kan lo?” cibir sesi. “Ah… gue malas dengarin Info dari ratu gosip kayak elo, paling yang masa berlakunya dah habis kan?” ledek Karin. “eits… dengarin dulu ini tuh masih anget, seanget mie pangsitnya bang somat geto” jawab sesi nyengir. “Iye deh gue dengerin, emangnya apaan?” Tanya Karin. “Tuh pangeran lo, lagi di pukulin rido CS!!” jawab sesi asal. “maksud lo Andra? Kenapa lo gak bilang dari tadi sich? Ayo cepat Antarin gue!!” perintah Karin sambil menarik tangan sesi.
        “Hentikan!!” teriak Karin sambil memeluk tubuh Andra yang babak belur. “Ka… kalian kenapa mukulin dia… dia salah apa?” Tanya Karin, dia menangis, dia menatap selina, cewek itu bersandar di tiang bangunan sambil tersenyum, mungkin dia senang diperebutkan dua cowok tampan. “Lo Tanya ma dia, ngapain dia dekat-dekat ma cewek gue? Brengsek!!” bentak rido, dia kembali menendang kaki Andra. “Itu hukumannya karena lo dah berani malu-maluin gue di hadapan semua orang kemarin!! Bye…” ledek seli sambil berlalu dari tempat itu bersama rido yang menggandeng tangan gadis itu. “Ndra.. lo kenapa sampe berkelahi kayak gini sich?” Tanya Karin, air matanya menetes. “Diam lo!! Lo jangan ikut campur urusan gue!!” bentak Andra sambil menghepaskan rangkulan Karin. Karin hanya terdiam dia tak mengerti bagaimana bisa Andra sekasar itu padanya, dia memandang Andra yang meninggalkannya lalu kembali tertunduk dan menangis. “Yee… belagu dah bagus ditolongin gak minta terima kasih malah ngebentak, ayo rin pergi dari sini!” ajak sesi yang kesal pada Andra.
         Malam itu Karin menarik selimutnya rapat-rapat, entah kenapa dia sepertinya takut, Indri akan menemuinya malam itu, benar saja belum lama karin terlelap Indri menemuinya “Hei bangun Karin, sudah saatnya kamu membantuku membalas dendam orang tuaku!” perintah indri membangunkan Karin. “bagaimana caranya aku tak bisa lagipula kamu bilang, jika aku menolong kamu tentunya kamu juga akan menolongku mendapatkan Andra lagi kan?”  Tanya Karin menagih janji Indri. “Itu mudah saja Karin, sekarang yang lebih penting ikut aku!!” perintahnya sambil menuntun Karin ke luar.
         Karin menuruni tangga dengan langkah getir matanya terus saja menatap Indri yang berjalan di depannya. Darah Indri terus menetes di sepanjang anak tangga dan membuat Karin ngeri. Indri berhenti di depan gudang di samping dapur, Karin pun ikut berhenti tanpa tahu kenapa dia harus berhenti di situ. Indri berbalik menatap Karin dan membuatnya kaget, karena indri menatapnya tajam, dan darah terus saja mengalir dari ubun-ubun melewati dahinya. “Ikut aku ke dalam Karin!” wajah indri tanpa ekspresi sama sekali, Karin hanya menurut dan pintu gudang seperti ada yang memerintah, membuka sendiri. Derit pintu seperti ringkikan tawa anak kecil menyeramkan di tengah malam buta, Karin hanya menurut dan keduanya masuk ke dalam gudang itu.
        “Hancurkan tembok itu Karin!! Hancurkan!!” perintah Indri histeris pada Karin, sontak membuat Karin kaget, dia mengangkat palu di atas lantai gudang dengan tangan gemetar dan memegangnya, apa yang ia lakukan? Dia terus memandang indri, mata indri yang melototnya menjadikan getaran di tangannya bertambah hebat. “Ayo.. tunggu apa lagi Karin? Hancurkan tembok itu!” teriaknya memecah kesunyian gudang, keringat dingin terus mengalir dan membasahi seluruh baju Karin, dia berharap Kevin yang tertidur di ruangan tengah tadi mendengar kegaduhan di gudang dan datang menolongnya, namun sia-sia saja harapannya Kevin atau seekor tikus pun tak terbangun malam itu. “haruskah aku hancurkan tembok ini? Sedangkan di dalam sini terkubur bayi Indri 17 tahun yang lalu?” batin Karin berbisik dan membuatnya semakin takut. “Ayo Karin.. Bantu aku balaskan dendam orang tuaku, hancurkan tembok itu!!” teriak indri dan darah yang keluar dari ubun-ubunnya mengalir semakin deras. Karin gemetaran hebat, tangannya meremas gagang palu erat-erat, dan dengan satu teriakan “Aaa..hia…!!” teriak Karin menghantam dinding tembok BRAK tembok di depan Karin baru saja retak “hah.. hah.. hah.. hah” nafas Karin tersengal-sengal, dan keringat dingin terus saja menderas, “Kevin tolong gue, lo dengar teriakan gue tadi kan?” bisik batin Karin penuh harap. Namun tetap saja saudara kembar tersayangnya itu, tak datang menolongnya.
         “bagus Karin! Teruskan sebentar lagi Karin!” puji indri penuh semangat, dia tertawa melengking dan membuat Karin takut. “Lagi Karin lagi!” terianya sambil membersihkan darah yang menetes dari ubun-ubunnya. Dan.. BRAK palu di tangan Karin kembali menghantam tembok dengan keras, dan tembok itupun berlubang besar. Di lantai baru saja berserakan isi dari tembok itu, yang tak lain adalah tulang belulang dari sosok bayi yang di kubur 17 tahun lalu dalam tembok itu.
        Karin bertambah ngeri, bulu kuduknya merinding, dan keringatnya mengucur semakin deras, di barengi dengan tawa melengking Indri yang semakin menjadi-jadi. Karin berdiri mematung di dekat tulang belulang yang berserakan itu, mulutnya berusaha untuk membuka “apa yang harus aku lakukan lagi?” Tanyanya dengan bibir bergetar dan palu di tangannya terlepas dan berdebam keras di lantai. “Ambil kotak itu!” perintah Karin sambil menunjuk kotak kayu di pojok gudang itu. “Kumpulkan semua tulang-tulang jariku masukan ke dalam kotak itu, jangan lupa ambil salah satu tulang jariku pisahkan dari yang lainnya!!” jelas indri dengan wajah beku, dan tatapan tanpa ekspresi sama sekali.
        Karin menuruti semua kemauan Indri seperti pembantu yang diperitah majikannya. Tangannya memungut tulang-tulang yang berserakan dalam kegelapan gudang dengan gemetar. Berkali-kali dia melirik Indri yang mengawasinya dengan tatapan seperti biasanya, beku dan hampa, satu persatu tulang-tulang jari itu dipungutnya dan di masukkan ke dalam kotak kayu di sebelahnya dan akhirnya pekerjaan paling mengerikan dan paling menjijikan itu terselesaikan sudah. Dan indri kembali tertawa membuat Karin heran sebenarnya apa yang ditertawakan gadis itu? Tawanya seolah-olah dia baru saja mendapatkan mainan baru untuk dimainkannya. Benar saja dugaan Karin, Indri memang baru saja menemukan mainan baru untuk dia mainkan, yang tak lain adalah Karin sendiri.
         “Seperti yang ku pernah katakan waktu itu kepadamu, aku ingin jadi kau untuk beberapa saat, tak akan lama hanya untuk membalas dendamku terhadap pembunuh kedua orang tuaku” jelas Indri ketika Karin menutup kotak kayu berisi tulang-tulang jari Indri itu. “apa yang kau katakan? Bagaimana bisa kita berbeda alam!” teriak Karin tegas dengan mngumpulkan segenap keberaniannya. Indri tak merespon perkataan Karin dia justru kembali memerintah gadis itu “Lukai jarimu dengan tulang jariku!” perintahnya lagi pada Karin. “Kau gila!! Aku gak mau!!” bantah Karin, dia tiba-tiba saja tersadar, dia tak mungkin melukai tangannya sendiri hanya untuk menuruti kemauan iblis di depannya, sangat tak masuk di akal!!. “Lukai kataku!!” Perintah Indri, kali ini teriakannya menggema di seluruh gudang, tapi Karin tak mau kalah “Itu katamu, dan tidak kataku!” bantah Karin tegas, dia berdiri dan meninggalkan indri, namun beberapa langkah ia mendekati pintu, pintu itu terkunci.
       “Buka pintunya!!” teriak Karin sambil berusaha membuka pintu itu, namun sekeras apapun usahanya membuka pintu itu, pintu itu keras terkunci. Karin menjadi emosi, dia menatap indri yang sedang tersenyum sinis melihat ketololannya. “Cepat buka pintu ini!” teriak Karin sambil berusaha melempar indri dengan semua benda yang mampu diraihnya pada saat itu. Namun benda-benda itu terus menembus tubuh Indri begitu saja tanpa ada satupun benda yang mampu membuatnya terluka.
       “Kau sudah berjanji mau menolongku Karin, sekarang kita sudah setengah jalan, dan aku tak akan biarkan kamu merusak semua rencanaku!” ucap Indri getir, matanya menatap Karin yang bersandar pada pintu dengan nafas tersengal-sengal dan menatap Indri ketakutan. “Sekarang lukai jarimu!” perintah indri lagi. “Ayo! Kubilang lukai jarimu!” paksanya lagi. Karin memegang erat tulang jari di tangannya dan SRET tulang jari itu merobek jari telunjuk Karin, darah segar mengalir dari jarinya yang sobek, sayup-sayup dia mendengar tawa indri melengking dan dia tak lagi sadarkan diri.
       Indri tertawa, dia berhasil menduduki raga Karin sekarang, dan pastinya dia bisa membalaskan dendamnya. Indri keluar dari gudang itu, matanya mengawasi sekitar gudang dia takut ada seseorang melihatnya, langkahnya lurus, dan ketika sampai di depan pintu, pintu terbuka dia keluar menyusuri jalan dan menuju ke perkampungan belakang kompleks perumahan. Dia mencari sesorang di sana, salah satu pembunuh orang tuanya dan yang telah menguburnya di tembok gudang selama belasan tahun , yang tak lain adalah Suwarno, suami karsiyem.
         “Non Karin apa yang enon lakukan tengah malam begini di sini?” Tanya suwarno, yang terbangun karena Karin membangunkannya. “Hah warno, tak ingatkah kau siapa aku?” desah indri begitu menakutkan. “Sudah saatnya kau pertanggung jawabkan semua perbuatanmu 17 tahun lalu!!” teriak Indri, sehingga membuat suwarno heran bagaimana anak majikan istrinya ini tahu apa yang telah diperbuatnya 17 tahun lalu itu, yakni membunuh satu keluarga tanpa belas ampun sedikitpun. “Apa yang aku lakukan 17 tahun yang lalu? Aku tak pernah merasa melakukan apapun!!” bantah laki-laki itu. Terdengar tawa Indri melengking menggema dan hampir memecahkan gendang telinga suwarno.
       Indri berbalik arah mengintari tempat tidur suwarno, dan tawanya semakin keras terdengar “tak akan semudah itu kau mencuci tanganmu dengan darahku yang kau kubur di gudang itu, warno!!” teriaknya dan kembali tertawa nyaring. Suwarno bersandar tangannya memeluk erat gulingannya “TIDAK!! Aku tak pernah melakukannya!!” teriaknya lagi. “Hah aku tak peduli dengan semua ocehanmu sekarang ikut aku!!” perintah indri pada laki-laki itu, indri mengarahkan pandangannya pada jendela dan jendela itu membuka lebar, indri mengangkat suwarno dengan satu tangannya kemudian melempar laki-laki itu keluar.
       Suwarno berlari saking takutnya, namun indri selalu saja berhasil menemukannya. Hingga mereka tiba di sebuah pemakaman sepi dan di sinilah orang tua Indri di makamkan “TPU KLENDER” begitulah nama yang tertera di depan pintu gerbang yang baru saja di masuki suwarno. “Tepat sekali arahmu berlari suwarno, sekarang di depan makam kedua orang tuaku aku akan membunuhmu!!” teriak Indri dan tawanya semakin bertambah nyaring. “Tapi aku tak bersalah yang melakukan semua itu Hermanto, aku hanya orang suruhannya” teriak suwarno membela diri ketika Indri mulai mendekatinya. “tapi kalau bukan karena kau aku dan orang tuaku tak mungkin meninggal, bukankah kau yang mengambil kuku dan rambut orang tuaku, dan mereka di santet oleh Hermanto itu kan?” Tanya Indri geram, mata gadis itu berkilat marah. Bayangan masa lalu Suwarno begitu saja terlintas di benak laki-laki itu, malam itu dia berhasil menggunting rambut dan kuku pasangan suami-istri majikan istrinya itu. Dia kemudian memberikannya pada Hermanto, laki-laki itulah yang menyantet janet dan suaminya, hanya karena masalah sepele cintanya di tolak oleh janet dan juga karena dia ingin merebut perusahaan yang dimiliki Iwan, suami Janet. Tentu saja dengan jalan membunuh Janet dan keluarganya.
       Suwarno berusaha menepis semua bayangan masa lalu itu dari benaknya, namun Indri telah mendekatinya “sudah tiba waktumu, warno!!” teriak indri, tangan kecil milik Karin itu mengangkat badan suwarno, hingga kaki laki-laki itu melayang di atas tanah “Ibu ayah! Aku balaskan dendam kalian!” teriak Indri, gadis itu melempar tubuh kurus suwarno, suwarno melayang dan dada dan perutnya yang kurus itu tepat menancap di atas 2 nisan sekaligus. Darah dari tubuh suwarno menetes pada huruf-huruf yang tertulis pada nisan itu “Janetsya Fahrial” dan “Irwansyah Fahrial”. Indri tertawa lepas penuh kemenangan, dan berlalu dari tempat itu dengan senyum licik.
       “Rin.. bangun rin kita mesti ke rumah mbok Iyem sekarang!!” perintah Kevin membangunkan Karin yang masih tidur. “Emangnya ada apaan sich di rumah si mbok?” Tanya Karin yang masih ngantuk. “Suami mbok Iyem semalam tewas, sekarang polisi lagi lakuin penyelidikan soalnya tewasnya gak wajar!” jelas Kevin sembari duduk di ranjang saudara kembarnya itu. “Maksud lo gak wajar gimana?” Tanya Karin penasaran. “Sepertinya dia di bunuh seseorang, mayatnya di temukan tertancap di atas dua nisan sekaligus sama tukang gali makam yang kebetulan lewat di situ!” jelas Kevin. “Makanya ayo kita ke sana gue penasaran juga nih..!!” ajak Kevin sambil menarik saudaranya itu bangun dari tempat tidur. “Ih… pelan-pelan dong, gue mau ganti baju dulu!” rintih Karin manja pada Kevin. “Ya udah gue tunggu lo di bawah!” ucap Kevin dan menutup pintu kamar Karin.
       “Di mana ibu semalam pada saat kejadian tewasnya suami ibu?” Tanya seorang petugas polisi mengintrogasi mbok Iyem. Perempuan itu kelihatan begitu syok tertunduk dengan mata yang sembab di lantai rumahnya, jenazah suaminya yang mengerikan di tatapinya dengan pilu, entah apa yang ada dalam pikirannya saat itu tak ada seseorang pun yang mampu menebak. “anu.. pak saya di rumah keluarga saya ngebantu istrinya yang mau brojolan!” jawab perempuan itu dengan suara pelan dan logat jawa yang kental. “siapa saja yang bisa menjadi saksi atas pernyataan ibu itu?” Tanya polisi itu menyelidiki seakan tak percaya dengan apa yang di katakan wanita itu, “Le mahdi, kemenakan saya dan istrinya kasmi.!!’ jawab perempuan itu pendek dan terus saja menatap jenazah suaminya. “Kalau gitu saya akan memerintahkan staf saya untuk menjemput para saksi itu, sebaiknya selesai pemakaman ibu melapor ke kantor kami” ucap polisi itu dan berlalu meninggalkan iyem.
        Entah apa yang membuat Karin penasaran pada saat itu, dia meninggalkan Kevin dan kerumunan orang-orang yang berjejal untuk melihat apa yang menimpah suami karsiyem itu tadi malam. Karin mendekati polisi yang barusan mengintrogasi mbok  iyem tengah membahas kasus itu dengan temannya, Karin mencoba mendengar semua percakapan mereka “Kasus ini aneh, tak mungkin ada orang begitu kuat melempar tubuh seseorang tepat menancap pada dua nisan sekaligus, butuh kekuatan besar untuk melakukannya, sekalipun tubuh korban kurus seperti korban kali ini, pak warno” ucap polisi yang mengintrogasi mbok iyem tadi. “Kekuatan besar? Apa itu…” batin Karin berbisik walaupun kembali dia tepis pikirannya itu, dia yakin siapa yang menjadi dalang tewasnya suwarno tadi malam. “Ya… kau ingat kasus 17 tahun lalu yang kita tangani itu? Sepertinya ada hubungannya dengan kasus yang terjadi tadi malam” jawab teman polisi itu, yang lewat papan namanya Karin tahu dia bernama Edi firman. “Maksud kamu?” Tanya polisi yang mengintrogasi iyem itu. “Tadi saya bersama tim penyelidik pergi menyelidiki TKP, dan kau tahu nisan siapa yang menjadi senjata pembunuhan tadi malam, nisan pasangan suami istri Fahrial yang tewas pada kasus 17 tahun lalu, yang badan mereka tertusuk paku itu” jelas Edi pada  temannya. “Maksud kamu kasus ibu Janet dan suaminya iwan? Tapi itu kan kasus kecelakaan gedung biasa?” Tanya temannya itu heran. “Entahlah tapi kurasa ada hubungannya!” jawab edi dengan mimik wajah serius dan berlalu dari hadapan temannya itu.
        Karin tahu siapa dalang dari semua kejadian semalam, ya indrilah orangnya dan tragisnya dia menggunakan tubuh Karin untuk membalaskan dendamnya itu, bagaimana kalau saja ada yang melintas di kuburan tadi malam dan melihatnya melempar suwarno hingga tewas mengerikan tertancap nisan? Pikir Karin saat itu. Karin menyesal dan semenjak itu dia tak ingin lagi membantu indri membalas dendamnya, tapi gimana caranya itu yang Karin tak tahu.
          Tiga bulan sudah setelah kematian suwarno, mbok iyem, sepertinya sudah mulai mampu menerima kenyataan bahwa suaminya sudah meninggal, namun Karin sering melihat perempuan itu menangis di pinggir gudang, Karin sendiri heran mungkinkah dia tahu bahwa suaminya pun turut terlibat dalam pembunuhan keluarga majikannya?. Entahlah Karin sendiri pun tak mau lagi memikirkannya, bagaimanapun dia juga turut terlibat dalam pembunuhan suami iyem walaupun itu sangat bertentangan dengan kata hatinya. Sementara itu kasus Suwarno itu ditutup oleh kepolisian, dengan alasan hanya kecelakaan biasa. Dan juga indri yang menjadi dalang atas perasaan bersalah Karin inipun tak lagi muncul di hadapan Karin, Entah apa yang dipikirkan gadis itu? Dia sudah membunuh salah satu pembunuh keluarganya namun bukankah otak pelakunya yang bernama hermanto belum berhasil di bunuhnya, tapi karin berharap semoga saja Indri tak kembali lagi.
        Malam itu kevin dan teman-temannya latihan band di rumah Karin, dan tentu saja ada si ganteng Andra, seminggu lagi sekolah mereka akan menggelar pensi dan band mereka turut ambil bagian dalam acara itu. Karin membawakan jus mangga buatan si mbok untuk mereka, dan tentu saja dia ingin melihat Andra tanpa ada si cungkring ulat bulu itu bergelayut manja pada bahu Andra, ya pemandangan itulah yang sering dilihat Karin di sekolah, dan ngebuat dia malas masuk sekolah 3 bulan ini.
       Karin meletakan jus itu di lantai, dan kembali menatap Andra, cowok itu menyanyikan lagu saint loco “Terapi Energi” yang menurut Karin suara ngerock cowok tampan itu benar-benar keren, namun tiba-tiba Rio drummer mereka ngebanting Stick drumnya hingga berdebam keras “Lo gimana sich ndra, suara lo kacau tau gak?? Lo konsen donkz, gue capek kalau harus ngulang terus!” bentak rio sambil meminum juz mangga yang dibawakan Karin barusan. “Oh gue tahu lo, lo kepikiran kan ma si seli, karena sikap dia yang plin-plan sama lo?” tebak valen basist mereka. Sementara itu Kevin. Pura-pura membetulkan keyboardnya. “Eh gue kasih tahu ya ama lo, selina itu cewek gak benar, bokapnya aja udah seram, dan gue dengar nich hermanto bokapnya selina itu suka maen dukun-dukunan, jangan-jangan loe kepelet lagi?” tambah valen, teman Kevin yang satu ini emang yang paling usil dan suka nakut-nakutin orang laen. “Eh lo, jangan sembarangan ngomong yah? Tahu apa lo tentang selina? Emangnya lo pikir cewek lo dity itu cewek baik-baik?” bantah Andra marah sambil meremas kerak baju Valen. “santai bro… lo kok jadi bawa-bawa cewek gue sich??” bantah valen, suasana jadi semakin panas. Karin tak tahan lagi bukan hanya karena Andra ngebelain si Seli tapi kedua cowok itu benar-benar gak sopan berkelahi di depannya. Sontak dia berdiri dan memisahkan mereka “uda deh jangan berantem! lo bedua kenapa sich kayak anak kecil tahu gak?” bentak Karin dan meninggalkan mereka berdua. “Udah latihan hari ini sampe sini dulu, Besok kita lanjutin lagi, besok kan hari minggu, gimana kalau malam ini kita semua tidur di sini aja?” Tanya Kevin yang mencoba mencari solusi, dan sepertinya mereka semua setuju. “Buat lo bro, lo harus bisa ngebedain mana urusan pribadi dan mana urusan band ok?” saran dewa, pemain melodi mereka pada andra yang masih mematung tanpa ekspresi. Mereka semua keluar dari studio, dan Andra membaringkan tubuhnya di atas sofa studio.
        “Dia cinta banget ma seli, dan gue gak punya tempat sama sekali dalam hatinya dia? Ndra apa lo tahu kalo gue sayang banget sama lo?” isak Karin di kamarnya. “Gimana caranya lo bisa balik ke gue, gue gak bisa ngeliat lo sama cewek laen!” desahnya lagi. “Ada satu cara asal kamu berani ngelakuinnya” jawab sesorang, yang suaranya menggema di telinga Karin, suara yang sudah dua bulan ini tak lagi di dengarnya semenjak kasus tewasnya suami mbok Iyem, Suwarno, suara itu sudah sangat di kenalnya, suara Indri.
       “Lo? Mau apa lagi lo datang ke sini? Pergi lo dari hidup gue!!” teriak Karin mengusir Indri dan melempar cewek itu dengan bantal tidurnya. “aku Cuma mau Bantu kamu Karin!” jawab Indri singkat. “Gue gak butuh bantuan lo! Lo pikir gue gak tahu kalo lo make badan gue buat ngebunuh suaminya mbok iyem?” Tanya Karin geram. “Sudahlah Karin aku datang ke sini Cuma untuk nepatin janjiku ngebaliin adik aku buat kamu, itu aja!” jawab indri lagi, matanya menatap kotak kayu di atas lemari pakaian Indri lalu kembali berucap “syukurlah kamu masih menyimpan kotak tulang-tulang jariku”. Ucapan Indri itu membuat Karin takut, dia tak mau lagi membantu Indri membunuh orang lain. “Gak! Gue gak mau ngelukai jari gue dan ngebantu lo ngebunuh orang lagi!” teriak Karin sepertinya dia sudah bisa menebak apa yang dipikirkan oleh Indri. “aku gak minta kamu bantuin aku ngebunuh orang lain lagi, yang ku mau patahkan pelet hermanto pada Andra, dia memelet Andra agar tergila-gila pada anaknya, selina!” jelas Indri. Karin benar-benar kaget mendengar apa yang baru di ucapkan Indri sekaligus tak percaya. “lo pasti bohong, maksud lo yang ngebunuh orang tua lo sama Andra itu ayahnya selina?” Tanya Karin dengan raut wajah tak percaya. “Ya, dialah orangnya dan sekarang kamu mau kan nusuk salah satu tulang jari aku ke ubun-ubun Andra untuk mematahkan pelet itu?” Tanya Indri, kali ini sorot mata gadis itu penuh harap. “kakak macam apa sich lo tega ngebunuh adiknya sendiri? Kalo dengan cara seperti Andra bisa mati, dan gue gak mau Andra mati!!” tolak Karin ketika mendengar permintaan Indri. “Percayalah padaku Karin, dia gak akan mati!” bujuk Indri lagi. “Baiklah, tapi kalau sesuatu terjadi pada Andra jangan harap gue mau bantuin lo lagi” sanggup Karin pada Indri.
        Keduanya keluar dari kamar Karin, Karin berjalan di depan Indri, tangannya menggenggam kotak kayu berisi tulang-tulang jari Indri, matanya mengawasi keadaan sekitar, dia takut seseorang dari teman Kevin melihat aksinya malam itu, sebenarnya Karin agak ngeri juga berjalan di depan Indri, bagaimana kalau saja tiba-tiba gadis itu mencekiknya dari belakang? Tapi pikirannya itu langsung disingkirkannya, indri tak mungkin melakukan itu, setidaknya dia masih membutuhkan raga Karin, mungkin untuk membunuh Hermanto, walaupun jelas-jelas itu yang tak di sukai Karin, lagi pula apa alasannya dia harus membunuh Karin? Batin Karin saat itu.
        Jam berdentang keras tepat ketika kaki Karin menginjak lantai Satu, dan Indri melayang menyusulnya. Karin membuka pintu kamar Kevin yang terletak tepat di samping studionya, mata Karin bertugas mencari sosok Andra di antara sosok-sosok cowok yang tertidur di kamar Kevin itu, namun tak di temukannya Andra di antara mereka, “Apa mungkin dia sudah pulang?” bisik Karin pada dirinya sendiri, karena dia enggan berbicara pada Indri. “Dia belum pulang dia lagi tertidur di studio, tadi aku mengawasinya, buka pintunya!” perintah indri ketika merka berdiri di depan studio Kevin. Karin melakukan yang baru saja diperintahkan oleh Indri, benar saja Andra emang lagi tertidur di atas sofa studio ketika Karin dan Indri menghampirinya.
        “Ayo cepatan lakukan yang ku perintahkan tadi Karin!” perintah Indri, suaranya terdengar parau di telinga Karin. Indri membuka kotak kayu di tangannya dengan tangan gemetar, matanya menatap Andra yang masih tertidur pulas. Pikiran Karin terus bergejolak, bagaimana kalau Andra mati, mungkin saja kan? Karin mengalihkan pandangannya pada Indri, gadis itu keadaanya begitu mengerikan, dengan tampang seperti itu mungkin  saja dia sanggup membunuh Andra, saudara kembarnya sendiri. Tapi apa alasannya? Pikiran Karin terus berputar seolah-olah mencari alasan atas pertanyaan pikirannya sendiri. Ataukah mungkin karena Indri iri melihat Andra hidup bahagia dan dia harus menanggung semua penderitaannya sendiri? Pertanyaan itu muncul sendiri di benak Karin membuat Karin harus berpikir seribu kali untuk melakukan apa yang diperintahkan Indri.
        “tunggu apa lagi Karin? Ayo tusukan tulang jari itu ke kepala Andra!” perintah Indri sekali lagi membuyarkan semua lamunan Karin, yang dari tadi hanya sibuk memandangi kotak kayu berisi tulang-tulang jari Indri itu. “Gue gak brani, gue takut Andra mati!” teriak karin dan dia merasakan buluk kuduknya merinding sendiri. Andra menggeliat sebentar dan dia hampir saja terbangun  karena teriakan Karin. “Karin kita tak punya banyak waktu lagi, kesempatanmu hanya malam ini, percayalah padaku, Andra akan baik-baik saja” jelas Indri mencoba meyakinkan Karin. Karin merogoh salah satu tulang jari Indri itu dari kotak kayu yang terbuka di tangannya. Dia mengumpulkan semua keberanianya untuk melakukan hal ini, dengan tangan yang gemetar, Karin menusukan tulang jari itu ke kepala Andra, darah mengucur dari kepala cowok itu dengan tulang jari yang tertancap pada kepalanya.
        Karin terhuyung melangkah mundur, mukanya pucat, dan bibir mungil itu berucap “Gue udah membunuh Andra… gue uda membunuh.. Gue pembunuh.. gue pembunuh!!” teriak Karin berlari meninggalkan Indri yang berdiri menatap Andra yang berlumuran darah itu dengan senyum getir dan tatapan kosong, seperti yang pernah ia lakukan sesudah membunuh Suwarno waktu itu.
        Karin mengunci pintu kamarnya rapat-rapat rambutnya acak-acakan dan keringat dingin terus saja mengalir, gadis itu bersandar di balik pintu yang baru saja di kuncinya dia syok dan terus saja menangis. “gue baru saja membunuh Andra… apa yang gue lakukan gue sudah jadi pembunuh” Karin menyalahkan dirinya sendiri dan menjambak rambutnya yang acak-acakan itu. “Tidak bukan gue yang membunuh Andra tapi Indri , dia yang nyuruh gue menusukan tulang jari itu!” bantahnya pada dirinya sendiri. “tapi lo bodoh Karin kenapa lo mau-maunya coba turutin maunya iblis itu? Berarti lo yang udah ngebunuh Andra, karena lo nusuk kepala Andra pake tangan lo sendiri, bodoh lo Karin!” Karin kembali menyalahkan dirinya, rasa bersalah terus menghantui dirinya sepanjang malam itu, dia terus mencoba untuk tertidur namun pikiran batinya terus saja berperang. Sehingga dia harus meminum dua butir pil penenang tapi tetap saja pikirannya terus merasa bersalah, apalagi kalau dia mengingat Andra yang tergolek di sofa studio dengan darah yang terus menetes ke lantai dan tulang manusia yang menancap pada kepalanya.
        Karin telelap namun dia kembali terbangun jam 7 pagi, dia menuruni tangga dengan pikiran galau, bagaimana kalau ia tiba-tiba dia ditangkap polisi dengan tuduhan pembunuhan? Karin benar-benar syok, dia menuju dapur rumah masih sepi, sepertinya semua orang masih tertidur dan satu lagi ada yang mati di dalam rumah itu. Pikiran Karin bertambah kacau, matanya menatap obat pembasmi nyamuk yang di letakan mbok Iyem di samping rak, Karin mengambil gelas di rak piring, dan mengambil cairan pembasmi nyamuk itu lalu kembali ke kamarnya.
        “Lo udah membunuh Andra, Karin, lo pembunuh! Dan pembunuh pun pantasnya mati!” bisik pikiran jahat dalam hatinya. “ya.. gue pantas mati, gue harus mati!” ucap Karin mencoba meyakini dirinya sendiri. Karin membuka tutup botol cairan yang baru saja di bawahnya, menuangkan ke gelas dengan tangan gemetar. Karin memandang gelas berisi cairan pembasmi serangga itu, dia berusaha meyakini perang hatinya bahwa dia harus meminum cairan itu, dan akhirnya dengan gemetar pelan pada bibirnya Karin meminum cairan itu. Beberapa saat kemudian pandangan mata Karin terasa seperti mulai mengabur dan kepalanya pusing perutnya serasa tercabik-cabik, dan terulek-ulek ke luar, dan sebelum Karin berteriak agar seseorang menolongnya, dia pun pingsan dengan mulut penuh busa.
       “Rin di luar ada sesi tuh, lo janjian mau balajar ma dia kan?” Tanya Andra membangunkan Karin. Yah Andra masih hidup, semalam sepeninggal Karin, luka di kepalanya dan tulang itu hilang tak berbekas begitu saja dan Andra tak menyadari bahwa semalam dia ditusuk seseorang. Karena tak ada jawaban, Andra membuka pintu kamar Karin, dia bermaksud membangunkan Karin dari tidurnya. Andra kaget saat dia mau melangkah ke dalam dia menginjak sesuatu dan dia melihat Karin tergeletak tepat di bawah pijakannya di sampingnya terdapat gelas bekas minum yang berbau cairan pembasmi nyamuk.
         “Rin, lo kenapa rin? Apa yang terjadi sama lo? Bangun Karin.. bangun!!” teriak Andra mengguncang-guncangkan tubuh Karin. Namun Karin tak mampu tuk sadarkan diri, dari mulutnya busa yang keluar sudah mulai mongering. “Kevin… Kevin… saudara lo, cepat ke sini!” Andra berusaha berteriak sekeras mungkin agar Kevin datang menolongnya.
         Sementara itu di kamar Kevin, Kevin mendengar teriakan Andra, “Bro.. sepertinya Andra manggil gue ada apaan yah?” Tanya Kevin pada valen. “ayo kita ke atas!” ajak Kevin sambil menarik tangan valen di ikuti yang lainnya. Kevin lari menaiki tangga, sontak membuat sesi yang menunggu di ruangan tengah kaget “Ada apaan sich yo?” Tanya sesi pada rio yang kebetulan lari dari belakang. “Gue juga gak tahu!” jawab rio dengan tampang yang meyakinkan bahwa dia juga tidak mengerti sebenarnya apa yang terjadi. Sesi kembali duduk di sofa, sepertinya dia berharap seseorang akan memberi tahunya setelah turun dari atas nanti.
         “Rin, bangun rin lo kenapa?” Tanya Kevin sambil mengguncang-guncangkan tangan Karin, mencoba menyadarkannya. “Sepertinya saudara lo minum cairan pembasmi serangga ini!” jawab valen menganalisis penyebab pingsannya Karin. “Ayo bawa ke rumah sakit sekarang!” perintah Kevin, sambil membopong tubuh Karin keluar menuruni tangga.
         Sesi kaget melihat apa yang terjadi sebenarnya pada sahabatnya itu “Apa yang terjadi pada Karin?” tanyanya kaget melihat Karin yang terkulai lemah pada gendongan Andra. “Ses gue minjam mobil lo yah? Mana kuncinya?” Tanya Kevin. “Kuncinya gue taruh di mobil  aja!” jawab sesi panik. “ndra lo ikut gue, dan valen lo bawa mobilnya Andra ikutin kita!” jelas Kevin yang membuat semua orang semakin panik.
          Kevin berlari membopong tubuh Karin, Andra membuka pintu mobil sesi dan mereka meletakkan Karin di bagian belakang sedangkan Andra dan Kevin duduk di depan, karena Andra yang menyetir. Sementara itu rio, valen, dewa dan sesi, naik ke mobil Andra menyusul ke rumah sakit, “jagain rumah yah mbok!” seru valen pada mbok Iyem ketika perempuan itu baru saja datang.
        Kevin tertunduk di lorong, dia bingung, sementara Andra bersandar pada kursi tunggu, matanya tak henti-hentinya menatap ke pintu tempat Karin di bawa masuk yang belum juga terbuka. Mereka berdua terdiam, bingung tak tahu harus bagaimana sedangkan Karin sedang merenggang nyawa di dalam sana. Dr. Fadli, dokter yang menangani Karin ke luar dari dalam kamar, tempat Karin di rawat, wajahnya dingin tanpa ekspresi sehingga membuat Andra dan Kevin semakin takut.
        “Apa yang terjadi pada saudara saya dok?” Tanya Kevin yang sudah tak sabar menunggu Dr. Fadli keluar dari tadi. “Karin baik-baik saja racun yang menjalar dalam darahnya sudah dapat dinetralisir. Mendengar penjelasan dokter Kevin dan Andra terkejut sekaligus bersyukur, karena ternyata Karin baik-baik saja. “Racun dok?” Tanya Andra heran dan kaget. “iya Karin sepertinya minum racun pembasmi serangga!” jelas Dr. Fadli seraya meninggalkan Andra dan Kevin karena ada pasien yang harus di tanganinya.
        “Gimana keadaan Karin, vin?” Tanya sesi sesaat setelah dia berdiri di depan Kevin dan Andra, di ikuti yang lainnya mereka berlari dan keringatan saking paniknya. “Dia udah melewati masa kritisnya kok!” jelas Kevin namun tetap saja raut wajahnya menandakan kecemasan terhadap saudara kembarnya itu. “Kenapa bisa kayak gini sich?” Tanya dewa, sembari duduk di samping Andra. “Dia minum racun pembasmi serangga” jawab Andra pendek, dia masih tak habis pikir kenapa sampai Karin nekat ngelakuin tuh smua. “Racun serangga?” Tanya sesi, dewa, rio dan valen secara bersamaan, mereka kaget mendengar apa yang baru saja terucap dari mulut Andra. “Kok bisa sih?” Tanya sesi, pertanyaan sesi itu emang mewakili semua pertanyaan, dewa, rio, dan valen. “Kita berdua juga belum tahu, gue akan nunggu sampe dia siuman baru gue tanyain, tapi untuk sekarang ini sebaiknya jangan dulu, emosinya sepertinya belum stabil” jelas Kevin, dia mencoba untuk lebih bijaksana memahami keadaan saudara kembarnya itu.
        “Mana yang bernama Kevin?” Tanya seorang suster yang baru saja ke luar dari kamar tempat Karin di rawat.
“saya sus” jawab Kevin sambil mengacungkan tangannya sedangkan yang lainnya harap-harap cemas. “Silahkan masuk ke dalam, saudara anda menunggu anda!” ajak suster itu pada Kevin dan kembali masuk ke dalam kamar itu diikuti Kevin.
         “Vin, gue kenapa?” Tanya Karin dengan suara yang parau saking lemahnya, matanya pun belum bisa melihat saudara kembarnya itu dengan sempurna. “justru gue yang mau nanya lo kenapa sampai nekat minum racun serangga? Lo punya masalah kenapa lo gak cerita sama gue?” Tanya Kevin, sambil mengusap rambut saudara kembar tersayangnya itu. “Gue uda ngebunuh Andra vin, gue pembunuh!” ucap Karin lirih sambil memalingkan wajahnya dari hadapan Kevin ke arah samping. “Maksud lo? Andra masih hidup kok dan sekarang dia lagi nungguin lo di luar, mau gue panggilin?” Tanya Kevin meskipun sebenarnya dia sendiri tak mengerti apa yang di maksud dari kata-kata Karin yang dia dengar barusan. “Lo gak becanda kan vin, semalam gue nusuk kepala Andra, tapi gue gak sengaja, gue benar-benar gak bermaksud ngebunuh dia!” sesal Karin dan air matanya kembali menetes.
       “ya udah kalau lo gak percaya, gue panggilin yah orangnya sekarang?” tanya Andra sambil berdiri keluar memanggil Andra. Andra masuk ke dalam, dia duduk di kursi di samping ranjang Karin dan tangannya menggenggam tangan karin erat, dia terenyum pada Karin, senyum paling manis yang pernah Karin lihat, sementara itu Kevin keluar menemui dokter fadli dan mengurus administrasi Karin.
        “Lo nyari gue rin? Gue di sini kok?” Tanya Andra dan kembali tersenyum. “Syukurlah lo gak mati, Gue pikir elo…” jawab Karin terputus, dia enggan melanjutkan kata-katanya karena dia tak mau kata-katanya jadi kenyataan. Andra tersenyum lagi dan mencium dahi cewek itu, Karin terkejut tapi dia senang semoga aja itu bukan mimpi. Tiba-tiba pikiran Karin kembali mengingat tentang semalam mungkinkah Karin sudah mematahkan pelet selina terhadap diri Andra? Entahlah yang jelas Andra gak papa dan dia dah balik lagi kayak Andra yang dulu.
        Tak lama berselang Kevin masuk ke kamar Karin di rawat, “Rin kata dokter lo udah bisa pulang entar sore, gue mau pulang dulu, lo di sini aja ma anak-anak, gue balik lagi entar sore buat ngejemput elo, skalian nebus obat buat elo!” kata Kevin dan berlalu dari tempat itu. “Vin, tunggu!! Makasih ya!” kata Karin mencegah langkah Kevin, Kevin menjawabnya dengan tersenyum dan keluar dari tempat itu. Dalam hati dia sangat bersyukur punya saudara kembar seperti Kevin yang care banget sama dia.
          “Rin, lo uda masuk sekolah? Emangnya lo uda sembuh?” Tanya sesi yang baru nyampe di sekolah pagi itu. “Insya allah ses, gue uda agak mendingan kok” jawab Karin dengan suara yang masih parau. Begitulah Karin sudah kembali masuk sekolah lagi seperti biasanya, dan siang itu dia dan sesi bermaksud menghabiskan waktu siang dengan berbelanja di mall untuk keperluan malam pensi nanti, semua peserta harus menggunakan gaun yang terkesan  elegan dan yang cowok bebas asalkan semijass.
          Mall tidak terlalu ramai siang itu, namun ada beberapa anak cewek dan cowok dari sekolah Karin berkeliaran di tempat itu, mungkin untuk mencari kostum buat pensi nanti, karena pensi tinggal beberapa hari lagi.
       Karin menuju ke butik kesayangan mamanya di temani sesi, matanya melirik gaun keemasan dengan rok balon pada aksen bawahannya kira-kira setengah paha,tanpa lengan, dengan kombinasi bunga perak kecil di dadanya. Gaun itu terkesan elegan namun tetap glamour menurut Karin. “Ses, gimana menurut lo kalau gue milih yang ini aja?” Tanya karin meminta pendapat sesi untuk gaun yang sedari tadi diliriknya. “menurut gue oke, lo bisa paduin sama sepatu hak bertali dan dompet tangan yang warnanya keperakkan!” jawab sesi memberikan pendapatnya. Karin senang shopping dengan temannya yang satu ini, karena cewek ini pengetahuannya luas banget, mau tentang fashion lama ataupun baru, sesi pasti hafal semuanya, makanya cara berpakaian gadis ini emang lebih gaul dari Karin.
       “Karin… lagi milih-milih baju yah bareng yuk!” sapa seseorang di belakangnya. Karin berbalik menatap orang yang baru saja menyapanya “andra?” seru Karin kaget sekaligus senang, dia tak menyangka akan bertemu Andra di tempat ini. “Barengan yuk!” ajak Andra sambil menggenggam tangan Karin. “Huh.. dulu sok jual mahal gak mau sama Karin, eh ternyata barang obralan juga to?” ledek sesi pada Andra, cowok itu hanya tersenyum tipis. “Eh.. gue jangan di cuekin donkz!” teriak sesi karena ditinggal sama Karin dan Andra. Karin bermaksud membayar baju yang baru saja dibelinya.
        “oh.. sejak kapan lo belajar ngerebut cowok orang?” Tanya selina ketika bertemu Karin dan Andra di depan butik khusus cowok, karena saat itu selina juga bersama Rido, tapi Karin gak ngambil pusing toh Andra lebih ganteng daripada rido. “Eh, jaga ya mulut lo dasar nenek sihir cungkring, keriting, hidup lagi!” ledek sesi pada selina, sesi gak terima sahabatnya di cela seperti itu toh yang nyamperin mereka duluan kan Andra?
         “Maksud lo apa ratu gosip? Nich tuh bukan gosip yang sering lo sebarin, jelas-jelas lo liat sendiri kan dia ngerayu cowok gue?” bales selina gak mau kalah, tangannya menunjuk-nunjuk ke arah sesi, Karin dan Andra. “Eh asal lo tahu yah sahabat gue itu gak pernah ngegodain cowok elo, orang pacar elo sendiri tuh yang duluan ngegodain sahabat gue” tantang sesi membela Karin. “Oh yea mana mungkin? Gue gak percaya!” ucap seli tersenyum sinis. “itu benar sel, dan gue harap mulai detik ini lo jangan ngaku-ngaku ke orang kalo lo itu pacar gue karena mulai detik ini kita putus!” tegas Andra pada seli, Andra menarik tangan Karin dari tempat itu diikuti sesi. Sesi menabrak tubuh selina yang masih mematung karena gak percaya sama apa yang baru aja di dengarnya. “Awas.. awas.. emang enak?” ledek sesi sambil memeletkan lidahnya pada selina dan mengikuti Karin dan Andra dari belakang. Tabrakan sesi itu sontak membuat selina tersadar “ndra.. tunggu pembalasan gue, gak segampang itu lo pergi dari hidup gue!” teriak selina pada Andra. Tapi Andra tak peduli dia terus berjalan tanpa menengok ke belakang, rido hanya mematung seakan tak mengerti sama kejadian itu.
        
         “Rin ada Andra tuh di bawah, dia mau jemput elo katanya” Kevin memberitahu Karin kalau Andra datang menjemputnya untuk jadi datenya Andra di pensi malam nanti. “Iya bentar donk, gue lagi dandan nih!” jawab Karin dan meneruskan riasannya. “Bentar-bentar.. jangan kelamaan dandan entar pangeran lo kabur lagi!” ledek Kevin kesal. “Iya-iya bawel banget sich? Lo sendiri gak jemput si memey, tadi dia SMS gue, katanya kalo lo mau jemput dia, datangnya agak tempoan dikit soalnya dia panitia” kata Karin mengingatkan Kevin. “Iya.. iya ini juga gue dah ngambil kunci mobil!” jawab Kevin seraya berlari menuruni tangga. “lo pake mobilnya papa yah?” Tanya Karin karena dia tahu Kevin baru saja mengambil kunci mobil dari kamar ayahnya. “Mobil gue di bengkel, pinjam bentar doank ini” teriak Kevin dari lantai bawah. “Alasan!”  gerutu karin sendiri di depan kaca. Dia mengambil dompet tangannya dari atas lemari dan dia tak menyadari sesuatu terselip di sana “tulang jari Indri”
        Beberapa saat kemudian, Karin turun menuruni tangga dan menemui Andra, cowok itu membawa buket bunga mawar putih untuknya. “Rin lo cantik banget malam ini” ucap Andra mengomentari penampilan Karin malam itu sambil tersenyum, wah dia tampan banget, seru Karin dalam hati. “Loe juga keren kok!” ucap Karin malu-malu. “eh nih buat lo!” kata andra sambil memberikan buket bunga yang di bawanya. “Makasih” jawab Karin sambil meletakkan buket itu di atas meja. “Kita berangkat sekarang?” Tanya andra menyodorkan lengannya untuk di gandeng Karin. Karin menjawabnya dengan menerima gandengan tangan Andra dan mereka berdua menuju sekolah tepat jam 8 malam. Sepeninggal mereka, sesosok gadis melayang rendah keluar dari gudang, di bibirnya tersungging senyum menyeramkan yang pernah dia tunjukkan, tangannya mengepal penuh dendam karena malam ini satu lagi pembunuh keluarganya harus mati, yah kini tiba giliran hermanto. Indri tahu laki-laki itu pasti datang untuk menonton anaknya toh semua orang tua murid hadir kecuali orang tua Karin dan Kevin, yang lagi dinas keluar kota.
        Acara pensi itu dimulai, Andra menyanyikan dua lagu “terapi energi” punya saint loco dan “luluh” milik Samson. Semua  orang begitu terenyuh mendengar suara cowok itu waktu menyanyikan lagu Samson, begitupula dengan Karin, dia berharap cowok itu akan menembakknya sehabis Pensi nanti.
        “Rin lo, bisa gak nolongin gue ngambilin pengeras suara di ruang property?” Tanya memey mengagetkan lamunan Karin. “oke” jawab Karin dan bergegas menuju ruang property. Ruangan property yang terletak di ujung sekolah itu terlihat sunyi, Karin membuka pintunya perlahan-lahan, sebenarnya dia merinding karena perasaannya tak enak waktu memasuki ruangan itu. Dan benar saja dia bertemu seseorang di sana sewaktu mengambil pengeras suara itu dari lemari penyimpanan.
“Kau?” Tanya Karin kaget dia menjatuhkan pengeras suara itu dari tangannya.
          “Lo udah nemuin Karin?” Tanya Kevin cemas pada Andra. “Belum tadi waktu gue lagi nyanyi, gue lihat dia keluar dari Aula” jawab Andra ikut-ikutan panik. “tadi gue lihat dia sempat ngoborol ma cewek lo vin” valen menambahkan. Kebetulan pada saat itu memey lewat membawa pengeras suara menuju ke panggung. Kevin mencegah pacarnya itu “bab, kamu liat Karin gak?” Tanya Kevin menatap pacarnya itu harap-harap cemas, dia berharap pacarnya itu melihat saudara kembarnya. “Tadi sih aku liat bab, soalnya aku nyuruh dia ngambil pengras suara di ruang property, tapi setelah itu dia gak balik lagi, makanya aku ngambil sendiri pengeras suaranya, tapi gue gak ngeliat dia di sana, dan gue ngeliat pengeras suaranya tergeletak di lantai” jelas memey dan meninggalkan Kevin, karena dia harus meneruskan pekerjaannya.
         “Eh vin, gue dari belakang sekolah tadi, gue liat saudara lo ngejar-ngejar ayahnya selina make kapak dari ruang property!” dewa mencoba memberitahukan yang baru saja di litany dengan napas tersengal-sengal. “Gak salah liat lo?” Tanya Andra kaget, lagipula apa alasannya coba Karin mengejar-ngejar Hermanto make kapak?. Meskipun tak percaya mereka semua bergegas juga mengikuti dewa ke halaman belakang.
       “Rin, hentikan rin apa yang kau lakukan?” teriak Andra mencoba menghentikan Karin. “Dia pantas mati ndra, dia udah membunuh orang tua kita dan aku gak akan pernah maafin dia!” teriak Karin menjawab pertanyaan Andra. “Tidak dia di kuasai roh saudara kembarku Indri, dia akan membunuh Hermanto!” teriak Andra menjelaskan kepada semua orang yang melihat kejadian itu. Emang Andra sekarang sudah tahu bahwa dia sebenarnya bukan anak kandung dari hendar setiawan, dokter itu hanya mengasuhnya karena waktu itu dia yatim-piatu, dan dokter itulah yang menolong persalinan ibunya.
       Kevin mencoba mencegah, namun terlambat kapak di tangan Karin telah menghantam kepala hermanto berkali-kali, laki-laki itu tersungkur bersimbah darah, namun ada sisa kekuatan di badannya dia mencabut pisau lipat yang sering di bawanya, dia bangkit dan menghujam dada gadis itu dengan pisau di tangannya, Keduanya roboh secara bersamaan, sebelum semua orang yang melihat kejadian itu sadar bahwa keduanya telah tewas.
       Kevin tertunduk dia tak bisa berbuat apa-apa, valen dan rio mencoba menghiburnya, Andra berlari memeluk tubuh Karin yang telah kaku. Roh indri kini telah keluar dari badan Karin dan berdiri di antara mereka.
       “Lo, jahat ndri, lo udah bunuh cewek yang paling gue sayangi, lo gak tahu seberapa sayangnya gue ke Karin, dasar iblis, lo bukan saudara kembar gue, gue benci sama lo!!” teriak Andra pada Indri yang berdiri di depannya. Namun Indri tak peduli Dia meliuk sebentar dan meninggalkan tempat itu. Andra menggendong tubuh Karin dan membopongnya pergi dari situ.
        “Bab, ada orang ke kunci di toilet rusak!” teriak memey, memanggil Kevin, dia tak tahu kalau Kevin baru saja kehilangan saudara kembarnya. Kevin tak peduli lagi siapa yang terkunci di toilet itu, dia gak mampu lagi berjalan. “Bab, yang terkunci itu saudara lo, Karin” teriak memey memberitahukan Kevin sekali lagi. Teriakan memey itu membuat semua orang kaget, lalu siapa gadis dalam gendongan Andra?
         Andra menatap gadis dalam gendongannya dan berharap gadis dalam gendongannya itu bukan Karin, meskipun harapan itu tipis, karena jelas-jelas dia melihat hermanto menusuk Karin dengan pisaunya.
       Gadis dalam gendongan Andra itu berambut keriting, kulitnya tak seputih kulit Karin dan tubuhnya lebih kurus dari Karin. Dan kini Andra sadar bahwa gadis dalam gendongannya itu bukan Karin melainkan Selina. Gadis itu bersimbah darah tertusuk pisau milik ayahnya sendiri. Namun Andra tetap menggendong gadis itu menuju UKS, menyusul Kevin dan yang lainnya yang dah pergi duluan ke UKS.
        Karin syok tersandar pada tempat tidur di UKS kerumunan anak-anak melihatnya. Dia mencoba menceritakan satu-persatu rentetatan peristiwa yang di alaminya pada semua orang.
       “memey nyuruh gue ngambil pengeras suara di ruang property” kata Karin memulai ceritanya rambut gadis itu acak-acakan, keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya, dan dia tampak syok dan terus menangis. “disana gue ketemu sama roh Indri, kembarannya Andra dan selina yang duduk tertunduk di pojok ruangan dan kelihatannya dia syok. Indri nyuruh gue ngegores jari gue make tlang jari dia yang terselip di dompet gue, dan gue ngelakuin apa yang diperintahkan Indri, lalu Indri menyuruh selina meminum darah gue, dan selina menurut semua perintah Indri” cerita Karin sambil menunjukkan luka yang masih menganga di jari tangannya hanya untuk meyakinkan bahwa yang dia ceritakan itu benar. Lalu dia kembali meneruskan ceritanya “Kemudian Indri masuk ke badan seli, dan mengurung gue di toilet dan setelah itu gue gak tahu lagi apa yang terjadi tapi yang jelas sebelum indri pergi dari toilet dia bilang “Aku Cuma mau balas dendam dengan ngebunuh dua orang keluarga hermanto sekaligus tanpa harus mengotori tanganku sendiri” begitu katanya” kata Karin menirukan apa yang di ucapkan Indri dan mengakhiri ceritanya.
         Andra mendengar semua yang di ceritakan Karin begitu juga dengan Kevin dan yang lainnya. Dalam hatinya Andra menyesal dah menuduh saudara kembarnya yang bukan-bukan. Dia memutuskan untuk memeluk Karin “Rin gue tadi takut lo kenapa-napa, gue gak mau terjadi apa-apa sama lo, karena gue sayang banget sama lo!” ucap Andra sambil memeluk dan mencium dahi gadis itu. “Gue juga sayang sama lo, ndra.. gue sayang banget sama lo!” jawab karin dan mengeratkan pelukkannya pada Andra. Jauh di sudut UKS seorang gadis tersenyum tipis pada mereka senyumannya menandakan kebahagian, tapi tak seorangpun di ruangan itu yang melihat dan menyadari keberadaannya.